By: Moh. Badrus Sholeh
Fitnah Kubro dan Terbunuhnya Khalifah Usman
Masa pemerintahan Usman dibagi dalam dua periode yaitu periode kamajuan dan Periode kemunduran sampai ia terbunuh.[1] Periode kemajuan adalah enam tahun pertama dari pemerintahannya. Pada periode ini, semua aktifitas berjalan normal kemajuan dan kemenangan terjadi dimana-mana. Ketika itu Armenia, Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum muslimin terus memperkokoh kekuatan di Persia yang telah takluk ditangan mereka sebelumnya.[2] Perluasan itu meliputi bagian pesisir pantai atau kelautan, karena pada saat itu kaum muslimin telah memiliki armada laut.[3]. Selain Itu Utsman Juga mengambil langkah menyeragamkan baca’an Qur’an. Langkah inilah yang menghasilkan Mushaf Usman dan yang di pakai orang seluruh dunia sampai sekarang. Itulah tindakannya yang sangat berarti di masa perintahannya.[4]
Pada paroh terakhir masa kekhalifahannya, muncul perasaan tidak puas dan kecewa dikalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan umar. Ini karena umurnya yang lanjut dan sifatnya yang lemah lembut.[5], Disamping itu percampuran dan pembauran diantara berbagai umat, suku, bangsa dengan latar adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda, lebih cepat menimbulkna kerawanan dan fitnah[6]
Wilayah Islam yang luas telah menimbukan kedengkian dihati orang Romawi dan menimbulkan dendam dihati Persia demikian halnya dengan orang Yahudi yang terusir dari madinah mereka selalu berupaya untuk melampiaskan Nafsu dendam kepada kaum muslimin sambil menunggu saat yang tepat dan kesempatan itu terbuka.[7]
Peran Abdullah bin Saba’
Sikap Usman yang lemah lembut dan toleran telah memberi ruang kepada orang-orang yang mempunyai niat jahat dan tidak senang kepada Islam, terutama Musuh-musuh Islam dan khalifah yang sudah lama mencari peluang untuk beraksi. Oleh karena itu pada akhir pemerintahan khalifah Usman, mereka mulai berani dan lantang.[8]
Dimasa pemerintahan Utsman datanglah seorang Yahudi yang mengaku utusan dari Yaman ke Madinah. Ia mengaku telah mempelajari Islam dan menyukainya. Si Yahudi itu tidak lain adalah Abdullah bin saba’.[9] Sesudah masuk islam ia datang ke Madinah sekitar tahun 30 Hijriah. Dia menyangka kedatangannya sebagai muallaf akan disambut dengan penuh kehormatan oleh Khalifah Utsman, tetapi terjadi sebaliknya. Khalifah yang sangat sibuk menyusun dan mengumpulkan Al Quran tidak peduli dengan keberadaan Abdullah bin Saba .
Melihat kenyataan itu membuat kebencian dalam hati Abdullah bin Saba ’. Ia kemudian membangun gerakan anti (penentang) Utsman dengan cara menyusup kedalam barisan kaum Muslimin dan menghasut mereka agar ikut membenci Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba ’ berusaha meruntuhkannya dengan mengubah Hadits yang lebih condong membela dan membenarkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang seharusnya. Dia mengagung-agungkan Ali bin Abi Thalib yang memang lebih banyak disebut dalam hadits Nabi. Dia menyebutkan ketinggian derajat Ali yang juga sebagai sepupu dan menantu Nabi yang berarti masih ada hubungan pertalian darah antara Ali bin Abu Thalib dengan Rasulullah SAW (ahlil bait). Propagandanya ini mendapat dukungan banyak umat muslim dimasa itu, karena memang Khalifah Utsman membuat beberapa kesalahan seperti menghilangkan cincin perak Nabi (stempel) dan berlaku nepotisme dengan mengangkat keluarganya duduk didalam pemerintahan dan menjadi pengusaha-pengusaha daerah.[10]
Dia juga merubah-rubah hadits dari Aisyah tentang perihal Nabi menjelang wafat dengan mengatakan bahwa Ali bin Thalib mendapat wasiat dari Rasulullah SAW untuk menjadi khalifah sesudah beliau. Dia menghembuskan kata-kata”setiap Nabi mempunya washi (penerima wasiat), dan yang menjadi washi Rasulallah adalah Ali. Tetapi Usman telah melanggar hak dan merampas hak dari tangan pemiliknya”. Seruannya ini dikuatkan dengan menyahgunakan hadits yang diucapkan Rasulallah saw untuk memuj dan meninggikan Ali yaitu,”Barang siapa yang mengambil saya sebagai pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya”.[11] Karena itu Abdullah bin Saba’ merendahkan dan menghina Abu Bakar, Umar dan Utsman dengan menyebut mereka telah merebut kekuasaan dan tidak menuruti wasiat Nabi.
Ia mulai merakayasa fikroh wasiat Nabi tentang kapabelitas Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin, maka siapapun yang menjadi khalifah saat ini berarti telah merampas kepemimpinan dari pemiliknya yang sah, dengan cara begini ia berhasil membunuh karakter Utsman.[12]
Propaganda Abdullah bin saba’ untuk memusuhi Usman dan mendukung Ali. Dia (Ibn Saba’) berdiri di hadapan Ali saat sedang berkhutbah, dan mengatakan kepada Ali, ”Kamu adalah Kamu, lalu Ali menjawab, ”Siapakah kamu? Siapakah Aku?”Ibnu Saba lalu mengatakanKamu adalah Allah”...Amirin mukminin telah memerintahkan, setelah mendengar ungkapan tersebut, untuk membunuhnya. Namun setelah dimaafkan...cukup hanya membuangnya ke Madain[13]
Abdullah bin Ubay menampakkan sikap ‘amar ma’ruf nahi mungkar serta berhasil menarik simpati banyak orang, maka ia mulai mendekatkan diri dan menunjukkan kecintaannya kepada Ali. Ibnu Sakir meriwayatkan, bahwa ketika kabar tentang caci maki yang dilontarkan Ibnu Saba’ pada Abu Bakar dan ‘Umar sampai kepada Ali bin Abi Thalib, maka beliau memanggilnya, maka orang-orang meminta pertolongan kepadanya. Kemudian Ali berkata : “Demi Alloh, dia tidak boleh tinggal di negeri yang sama denganku. Asingkanlah dia ke Madain.” [14]
Abdullah bin Saba’ mulai berkeliling mengkampanyekan pemikirannya dengan mengunjungi sentral kota-kota di masa itu antara lain: Mesir, Syam, Kufah, Basrah[15]dan kota-kota lainnya untuk menyebarkan fitnah kekurangan dan kejelekan Utsman bin Affan.
Objek provokasi ditujukan kepada orang-orang marginal, miskin, lemah, papa dan hidup susah. Dahulu mereka adalah orang Badui dengan temperamen kasar, nekad, tidak kenal basa-basi dan berpikir pragmatis (pikiran pendek). Sehingga tindakan mereka anarkis dan sama sekali tidak berdasarkan logika dan kajian yang matang. Dengan mudah mereka main hunus pedang untuk urusan yang tidak jelas ujung pangkalnya[16]
Dalam kerjanya, Abdullah bin Saba’ ternyata tidak sendirian, dia berhasil mengkader kalangan mawali (bekas budak) untuk menjalankan manhaj dan harakahnya. Para mawali ini pun dulunya masuk Islam hanya sekedar menyelamatkan diri sebagai tawanan perang. Kerja mereka menghembuskan provokasi dan berita miring seputar diri khalifah Utsman dan mencari-cari kelemahannya. Misalnya isu nepotisme, korupsi dan bermegah-megahan yang ditujukan kepada kepribadian beliau dan keluarganya. Termasuk issue pergantian gubernur yang tadinya dipegang oleh shahabat senior menjadi para orang muda.
Ia bahkan mampu memobilisasi pengikutnya dengan membentuk sebuah gerakan bawah tanah (dalam referensi sejarah dikenal dengan nama Sabaiyah) yang pada akhirnya nanti berhasil menggulingkan pemerintahan Utsman.[17]
[2] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Kalam Muliya, Jakarta , 2006),hlm 492
[3] Prof. Dr. A. Syalabi, Op.cit.,. hal. 271
[4] Muhammad Husain Haekal, Op.cit., hlm 124
[5] Badri Yatim, Op.cit., hlm 38
[6] Khalid Muh. Khalid, Op.cit., hlm 349
[7]Ibid., hlm 352
[9] Khalid Muh. Khalid, Op.cit. hlm 352-353
[11] Khalid Muh. Khalid, Op Cit., hlm 363
[12] http://indo.hadhramaut.info/view/137.aspx
[13] M. Abdul Karim, Op Cit, hlm 103