Tampilkan postingan dengan label AKAR KONFLIK UMAT ISLAM. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label AKAR KONFLIK UMAT ISLAM. Tampilkan semua postingan

Minggu, 14 Agustus 2011

AKAR KONFLIK UMAT ISLAM (2)


 By: Moh. Badrus Sholeh
Fitnah Kubro dan Terbunuhnya Khalifah Usman
Masa pemerintahan Usman dibagi dalam dua periode yaitu periode kamajuan dan Periode kemunduran sampai ia terbunuh.[1] Periode kemajuan adalah enam tahun pertama dari pemerintahannya. Pada periode ini, semua aktifitas berjalan normal kemajuan dan kemenangan terjadi dimana-mana. Ketika itu Armenia, Afrika, dan Cyprus telah dikuasai. Kaum muslimin terus memperkokoh kekuatan di Persia yang telah takluk ditangan mereka sebelumnya.[2] Perluasan itu meliputi bagian pesisir pantai atau kelautan, karena pada saat itu kaum muslimin telah memiliki armada laut.[3]. Selain Itu Utsman Juga mengambil langkah menyeragamkan baca’an Qur’an. Langkah inilah yang menghasilkan Mushaf Usman dan yang di pakai orang seluruh dunia sampai sekarang. Itulah tindakannya yang sangat berarti di masa perintahannya.[4]
Pada paroh terakhir masa kekhalifahannya, muncul perasaan tidak puas dan kecewa dikalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan umar. Ini karena umurnya yang lanjut dan sifatnya yang lemah lembut.[5], Disamping itu percampuran dan pembauran diantara berbagai umat, suku, bangsa dengan latar  adat istiadat dan kebudayaan yang berbeda, lebih cepat menimbulkna kerawanan dan fitnah[6]
 Wilayah Islam yang luas telah menimbukan kedengkian dihati orang Romawi dan menimbulkan dendam dihati Persia demikian halnya dengan orang Yahudi yang terusir dari madinah mereka selalu berupaya untuk melampiaskan Nafsu dendam kepada kaum muslimin sambil menunggu saat yang tepat dan kesempatan itu terbuka.[7]
Peran Abdullah bin Saba’
Sikap Usman yang lemah lembut dan toleran telah memberi ruang kepada orang-orang yang mempunyai niat jahat dan tidak senang kepada Islam, terutama Musuh-musuh Islam dan khalifah yang sudah lama mencari peluang  untuk beraksi. Oleh karena itu pada akhir pemerintahan khalifah Usman, mereka mulai berani dan lantang.[8]
Dimasa pemerintahan Utsman datanglah seorang Yahudi yang mengaku utusan dari Yaman ke Madinah. Ia mengaku telah mempelajari Islam dan menyukainya. Si Yahudi itu tidak lain adalah Abdullah bin saba’.[9] Sesudah masuk islam ia datang ke Madinah sekitar tahun 30 Hijriah. Dia menyangka kedatangannya sebagai muallaf akan disambut dengan penuh kehormatan oleh Khalifah Utsman, tetapi terjadi sebaliknya. Khalifah yang sangat sibuk menyusun dan mengumpulkan Al Quran tidak peduli dengan keberadaan Abdullah bin Saba.
Melihat kenyataan itu membuat kebencian dalam hati Abdullah bin Saba’. Ia kemudian membangun gerakan anti (penentang) Utsman dengan cara menyusup kedalam barisan kaum Muslimin dan menghasut mereka agar ikut membenci Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba’ berusaha meruntuhkannya dengan mengubah Hadits yang lebih condong membela dan membenarkan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang seharusnya. Dia mengagung-agungkan Ali bin Abi Thalib yang memang lebih banyak disebut dalam hadits Nabi. Dia menyebutkan ketinggian derajat Ali yang juga sebagai sepupu dan menantu Nabi yang berarti masih ada hubungan pertalian darah antara Ali bin Abu Thalib dengan Rasulullah SAW (ahlil bait). Propagandanya ini mendapat dukungan banyak umat muslim dimasa itu, karena memang Khalifah Utsman membuat beberapa kesalahan seperti menghilangkan cincin perak Nabi (stempel) dan berlaku nepotisme dengan mengangkat keluarganya duduk didalam pemerintahan dan menjadi pengusaha-pengusaha daerah.[10]
Dia juga merubah-rubah hadits dari Aisyah tentang perihal Nabi menjelang wafat dengan mengatakan bahwa Ali bin Thalib mendapat wasiat dari Rasulullah SAW untuk menjadi khalifah sesudah beliau. Dia menghembuskan kata-kata”setiap Nabi mempunya washi (penerima wasiat), dan yang menjadi washi Rasulallah adalah Ali. Tetapi Usman telah melanggar hak dan merampas hak dari tangan pemiliknya”. Seruannya ini dikuatkan dengan menyahgunakan hadits yang diucapkan Rasulallah saw untuk memuj dan meninggikan Ali yaitu,”Barang siapa yang mengambil saya sebagai pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya”.[11] Karena itu Abdullah bin Saba’ merendahkan dan menghina Abu Bakar, Umar dan Utsman dengan menyebut mereka telah merebut kekuasaan dan tidak menuruti wasiat Nabi.
Ia mulai merakayasa fikroh wasiat Nabi tentang kapabelitas Ali bin Abi Thalib sebagai pemimpin, maka siapapun yang menjadi khalifah saat ini berarti telah merampas kepemimpinan dari pemiliknya yang sah, dengan cara begini ia berhasil membunuh karakter Utsman.[12]
Propaganda Abdullah bin saba’ untuk memusuhi Usman dan mendukung Ali. Dia (Ibn Saba’) berdiri di hadapan Ali saat sedang berkhutbah, dan mengatakan kepada Ali, ”Kamu adalah Kamu, lalu Ali menjawab, ”Siapakah kamu? Siapakah Aku?”Ibnu Saba lalu mengatakanKamu adalah Allah”...Amirin mukminin telah memerintahkan, setelah mendengar ungkapan tersebut, untuk membunuhnya. Namun setelah dimaafkan...cukup hanya membuangnya ke Madain[13]
Abdullah bin Ubay menampakkan sikap ‘amar ma’ruf nahi mungkar serta berhasil menarik simpati banyak orang, maka ia mulai mendekatkan diri dan menunjukkan kecintaannya kepada Ali. Ibnu Sakir meriwayatkan, bahwa ketika kabar tentang caci maki yang dilontarkan Ibnu Saba’ pada Abu Bakar dan ‘Umar sampai kepada Ali bin Abi Thalib, maka beliau memanggilnya, maka orang-orang meminta pertolongan kepadanya. Kemudian Ali berkata : “Demi Alloh, dia tidak boleh tinggal di negeri yang sama denganku. Asingkanlah dia ke Madain.” [14]
Abdullah bin Saba’ mulai berkeliling mengkampanyekan pemikirannya dengan mengunjungi sentral kota-kota di masa itu antara lain: Mesir, Syam, Kufah,  Basrah[15]dan kota-kota lainnya untuk menyebarkan fitnah kekurangan dan kejelekan Utsman bin Affan.
Objek provokasi ditujukan kepada orang-orang marginal, miskin, lemah, papa dan hidup susah. Dahulu mereka adalah orang Badui dengan temperamen kasar, nekad, tidak kenal basa-basi dan berpikir pragmatis (pikiran pendek). Sehingga tindakan mereka anarkis dan sama sekali tidak berdasarkan logika dan kajian yang matang. Dengan mudah mereka main hunus pedang untuk urusan yang tidak jelas ujung pangkalnya[16]
Dalam kerjanya, Abdullah bin Saba’ ternyata tidak sendirian, dia berhasil mengkader kalangan mawali (bekas budak) untuk menjalankan manhaj dan harakahnya. Para mawali ini pun dulunya masuk Islam hanya sekedar menyelamatkan diri sebagai tawanan perang. Kerja mereka menghembuskan provokasi dan berita miring seputar diri khalifah Utsman dan mencari-cari kelemahannya. Misalnya isu nepotisme, korupsi dan bermegah-megahan yang ditujukan kepada kepribadian beliau dan keluarganya. Termasuk issue pergantian gubernur yang tadinya dipegang oleh shahabat senior menjadi para orang muda.
            Ia bahkan mampu memobilisasi pengikutnya dengan membentuk sebuah gerakan bawah tanah (dalam referensi sejarah dikenal dengan nama Sabaiyah) yang pada akhirnya nanti berhasil menggulingkan pemerintahan Utsman.[17]


[1] [1] M. Abdul Karim, Op.cit.,, hlm 90
[2] DR. Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, (Kalam Muliya, Jakarta, 2006),hlm 492
[3] Prof. Dr. A. Syalabi, Op.cit.,. hal. 271
[4] Muhammad Husain Haekal, Op.cit., hlm 124
[5] Badri Yatim, Op.cit., hlm 38
[6] Khalid Muh. Khalid, Op.cit., hlm 349
[7]Ibid., hlm 352
[9] Khalid Muh. Khalid, Op.cit. hlm 352-353
[11] Khalid Muh. Khalid, Op Cit., hlm 363
[12] http://indo.hadhramaut.info/view/137.aspx
[13] M. Abdul Karim, Op Cit, hlm 103

Selasa, 24 November 2009

UTSMAN DAN ALI : AKAR KONFLIK POLITIK DAN TEOLOGI (1)

Oleh. Moh. Badrus Sholeh, S.Pd.I*
A.USMAN BIN AFFAN
Usman merupakan seorang sahabat Nabi yang sangat populis. Saat ia masuk Islam, kebanyakan orang ummayah memusuhi nabi dan agama Islam. Sahabat Nabi yang diberitakan bahwa ia akan masuk surga, dan seorang hartawan yang berhati murah baik dilingkungan famili maupun bukan famili Usman. Ia termasuk orang yang masuk Islam lantaran dakwah dari seruan Abu Bakar, ia adalah orang yang ikut hijrah sebanyak dua kali, yakni hijrah ke Habasyah dan ke Madinah.

Utsman bin Affan nama lengkapnya adalah Utsman bin Affan bin Abi Ash bin Umayyah bin Abdus Syam bin Abdul Manaf bin Qushai bin Qilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib Al-Quraisyi. Ayahnya Affan adalah saudagar yang kaya raya dari suku Quraisy-Umayah. Ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abdus Syam. Sedangkan nenek dari ibunya bernama Al-Baida` binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yakni saudara kembar Abdullah ayah rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Nasab Usman melalui garis ayahnya bertemu dengan nasab Rasulallah pada Abdil Manaf bin Qushayi. Usman lahir pada tahun 56 M di Taif .
Sejak sebelum Islam ia seorang pedagang yang kaya raya, ia adalah salah seorang sahabat terdekat Rasulallah SAW juga seorang penulis wahyu dan sekretarisnya. Ia selalu berjuang bersama Rasulallah, Hijrah mengikuti Rasulallah SAW dan berperang pada setiap peperangan kecuali perang Badar. Sebagai seorang hartawan Usman menghabiskan hartanya demi penyebaran dan kehormatan agama Islam serta kaum muslim.

Ketika kaum muslimin hijrah dari Mekah ke Madinah, mereka dihadapkan pada masalah air. Sedangkan disana ada sumur tapi milik orang yahudi dan sengaja diperdagangkan. Rasulullah SAW kemudian berharap ada sahabat yang mau membeli sumur itu. Mendengar itu Utsman datang ketempat orang Yahudi dan membeli separuh sumur itu dengan sehari untuk hak muslim, sehari lagi untuk hak Yahudi dengan harga 12.000 dirham. Pada giliran hak Utsman, maka umat muslim mengambil air sebanyak-banyaknya yang cukup untuk 2 hari. Hal itu menyebabkan orang Yahudi merasa sangat rugi karena tidak ada lagi yang membeli airnya, maka akhirnya dijual haknya kepada Utsman sebesar 8.000 dirham. Setelah peristiwa tersebut, Rasulullah SAW menikahkan putrinya, Ummu Kalthum dengan Utsman. Sebelumnya Utsman beristrikan Ruqayah, putri Rasulullah SAW yang kedua tapi ia telah wafat. Oleh karena itu Utsman ra mendapat julukan "Dzannurain" yang memilik dua cahaya. Yang dimaksud dua cahaya ialah mengawini dua orang putri Rasulullah SAW.

Pada saat Rasulullah SAW meninggal dunia Utsman baru berusia 58 tahun, ia menjabat sebagai khalifah pada tahun 24 H dan saat itu ia berusia 70 tahun.
1. Proses terpilihnya Usman sebagai Kholifah
Dikala Umar ditikam oleh seorang budak dari persia yang bernama abu lu’lu’ah, untuk menentukan penggantinya umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Beliau tidak bermaksud hendak mengangkat penggatinya sebagai khalifah. Tetapi kaum muslimin khawatir kalau terjadi perpecahan sesudah Umar meninggal dunia, karena itu mereka mengusulkan agar Umar menunjuk siapa yang akan menjadi pengganti beliau.
Sebelum wafat khalifah umar berwasiat,”seandainya Abu Ubaidillah bin al Jarrah masih hidup, jabatan kholifah akan saya serahkan kepadanya. Karena ia sudah meninggal saya tidak bias menunjuk seseorang. Masalah ini akan saya serahkan kepada enam tokoh sebagai tim formatur, anak saya Abdullah Ibnu Umar masuk dalam tim, namun tidak boleh dipilih dari bani Adi cukup saya saja yang menjadi kholifah. Enam orang tersebut adalah Ali bin Abi Tholib, Usman bin Affan, Abdurahman bin Auf, Saad bin Abi Waqos, Zubair bin Awwam dan Tholha bin Ubaidillah”.
Dalam hal ini kalau kita pelajari iklim dan suasana dimasa itu, jelaslah Umar dalam keadaan ragu. Beliau hendak tidak memikul tanggung jawab terhadap kesalahan-kesalahan yang dilakukan orang-orang sepeninggal beliau. Takut keadaan kaum muslimin berpecah belah. Tetapi setelah dipikirkan matang-matang bahwa kalau dibiarkan begitu saja ia khawatir keadaan akan menjadi kacau. Karena dalam perang menghadapi tentara Persia dan Rumawi semua orang Arab sudah ikut serta sehingga setiap kabilah mengaku dirinya seperti kaum Muhajirin dan Anshar, berhak memilih khalifah. Karena itu beliau mengambil jalan tengah, dengan membentuk Majlis Syura yang terdiri dari enam orang dengan tugas memilih diantara mereka seorang khalifah sesudahnya. Keseluruhan yang direkomendasi Umar adalah orang-orang yang telah dijamin masuk surga. Setelah menyebutkan nama-nama mereka Umar bin Khatab berkata: “ Tak ada orang yang lebih berhak dalam hal ini daripada mereka itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat sudah merasa puas terhadap mereka . siapapun yang terpilih dialah khalifah sesudah saya.” . Dari kenam tokoh yang direkomendasi Umar tak ada satu tokohpun yang berasal dari kaum Anshor atau kabilah-kabilah Arab lainnya, semua mereka berasal dari kaum Muhajirin dan dari kaum Quraiys, namun tidak ada tentangan dan protes atas rekomendasi umar itu .

Unsur fanatisme kabilah dalam sidang formatur sangat berperan. Ali berasal dari Bani Hasyim sedangkan Usman dari Bani Umayyah, Persaingan antara dua bani itu sudah berjalan lebih dari seratus tahun sebelum Nabi lahir. . Di pihak Bani Hasyim Abbas sangat menghendaki kekhalifahan berada dikalangan keluarga Nabi. Ketika Umar membentuk majlis syura ia berkata kepada Ali : ”Jangan ikut mereka! ” tetapi Ali menjawab :”saya tidak ingin menghendaki ada perselisihan” Dijawab lagi oleh Abbas ”jadi anda berpendapat apa yang anda tidak sukai”
Ketika itu Umar berkata kepada majlis syura: ”Jika yang setuju tiga orang dan yang tidak setuju tiga orang, pilihlah Abdullah bin Umar menjadi penengah. Dari pihak manapun dari kedua pihak itu yang diputuskan pilihlah seorang dari mereka. Kalau mereka tidak menyetujui keputusan Abdullah bin Umar, maka ikutlah kalian bersama mereka yang didalamnya ada Abdurahman bin Auf”.

Sesudah mendengar suara kedua pihak itu Ali keluar dan menemui pamannya Abbas dan berkata ” Sudah meninggalkan kita”. Ditanya oleh Abbas ”dari mana anda tahu?” Ali berkata: ”Usman mengaja saya dengan mengatakan, Ikutlah suara terbanyak. Kalau dua orang menyetujui satu orang dan dua orang lagi menyetujui satu orang ikutlah mereka yang didalamnya ada Abdurahman bin Auf”. Saad tidak akan menentan sepupunya dan Abdurahman adalah famili Usman, mereka tidak akan berbeda pendapat. Maka abdurrahman akan mengangkaUsman, atau Usman akan mengangkat Abdurahman. Kalau yang dua lainnya dipihak saya maka tak ada gunanya. Mendengar kata-kata Ali itu Abbas menjawab dengan nada agak keras ”setiap saya mendorong anda, anda kembalikan kepada saya sudah terlambat dengan membawa hal yang tidak saya kehendaki. Ketika Rasulallah wafat saya katakan kepada anda supaya menanyakan siapa yang akan memegang pimpinan ini anda menolak. Saya katakan kepada anda setelah ia wafat agar cepat-cepat bertindak, anda menolak. Saya katakan pada anda ketika Umar menunjuk anda untuk majlis syura agar jangan ikut mereka, anda menolak. Berpeganglah pada yang satu ini : Setiap mereka menawarkan apapun pada anda jawablah: ”tidak, kecuali anda yang akan diangkat. Berhati-hatilah terhadap jamaah itu, mereka akan selalu menjauhkan kita dari persolahan ini sebelum ada yang lain tampil diluar kita. Ya, memang, kita tidak akan mendapat apapun selain bencana!”.

Dipihak Bani Umayyah tidak kurang ambisinya ingin agar kekholifahan berada ditangan mereka. Setelah tiba saatnya umar akan dikebumikan dan jenazahnya dibawa ke masjid Nabi untuk disholatkan, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Tholib tampil masing-masing ingin kedepan memimpin sholat itu. Melihat yang demikian Abdurahman bin Auf berkata:”inilah ambisi orang yang ingin memegang pimpinan. Kalian tentu tahu bahwa dia sudah meminta yang lain diluar kalian. Shuhaib majulah dan sholatkan!”.
Musyawarahpun berjalan alot, faktor kabilah menjadi penting Zubair tidak bisa maju karena ada Ali yang sama-sama dari bani Hasyim. Saad bin Abi Waqos peluangnya tipis karena bersal dari Bani Zahro, suatu kabilah yang tidak punya wibawa dibanding lainnya. Tholhah sama dengan Umar dari Bani Adiy sehingga tidak mungkin maju. Nominator terkuat berarti Abdurrahman bin Auf, Usman dari bani Umayah dan Ali dari Bani Hasyim. Namun Abdurahman mengundurkan diri ia berkata ”saya mengundurkan diri dari pencalonan”. Maka Usman dengan cepat berkata ” saya yang pertama setuju”. Saad dan Zubair berkata ” kami setuju”.Karena Tholhah tidak ada ditempat, maka tinggal Ali bin Abi Tholib yang harus memberi pendapatnya. Tetapi Ali tetap diam, tidak menyatakan setuju atau menolak. Abdurahman kemudian berkata ”Abu al-Hasan bangaimana pendapat anda?”. Ali menyatakan kesangsiannya atas tindakan Abdurahman.” berjanjilah anda,”kata Ali, ”bahwa anda akan mendahulukan kebenaran, tidak meperturutkan hawa nafsu, tidak mengutamakan kerabat dan tidak mengabaikan bimbingan bagi umat.” dengan tanpa ragu Abdurrahman berkata:” berjanjilah kalian bahwa kalian akan mendukung saya dalam mengadakan perubahan dan menyetujui orang yang saya pilihkan, saya berjanji kepada Allah tidak akan mengutamakan kerabat dan tidak akan mengabaikan bimbingan kepada umat muslimin.”

Pada akhirnya kata kunci berada pada Abdurrahman bin Auf. Saat menemui Ali ia bertanya ”seandainya anda tidak termasuk orang yang dicalonkan, siapa yang anda pilih? Ali menjawab ” Usman”, kemudian ia langsung menemui Usman dan menanyakan seandainya anda diluar enam calon siapa yang anda pilih sebagai khalifah? Usman menjawab ” Ali”.
Sebelum itu ia telah berbicara dengan semua anggota majlis syura dan dimintanya memberi kuasa kepada tiga orang diantara mereka yang berhak memegang pimpinan. Maka Zubair memberikan haknya kepada Ali, Saad memberi kuasa kepada Abdurahman dan hak Tholhah diberikan kepada Usman. Tetapi karena Abdurahman sudah mengundurkan diri, maka pencalonan itu dibatasinya pada Ali dan Usman. Hak memilih salah seorang dari keduanya itu kini berada ditangan Abdurahman bin Auf.

Maka pada waktu shubuh ia mengumpulkan kaum muslimin, sehingga masjid penuh sesak lalu ia berkata :”Wahai sekalian manusia! Aku telah menanyakan keinginan kalian namun aku tidak mendapati seorangpun yang condong kepada salah seorang dari mereka berdua baik Ali maupun Usman. Wahai Ali kemarilah!”Maka bangkitlah Ali dan berdiri dibawah mimbar kemudian Abdurrahman memegang tangannya seraya berkata, ”apakah engkau mau dibai’at untuk tetap setia menjalankan Al-Qur’an, sunnah Nabinya SAW, dan apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar?”Ali menjawab,”tidak akan tetapi akan aku jalankan sesuai dengan kemampuanku.”Lalu Abdurahman melepaskan pegangannya dan memanggil Usman, ”wahai Usman kemarilah!, maka Usmanpun bangkit dan tangannya dipegang oleh Abdurahman lalu bertanya, ” apakah engkau mau dibai’at untuk tetap setia menjalankan Al-Qur’an, sunnah Nabinya SAW, dan apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar?” Usman menjawab, ”Ya!” Lantas Abdurahman menengadakahkan kepalanya keatap masjid sambil memegang tangan Usman dan berkata, ”Ya Allah dengarkanlah dan saksikanlah, Ya Allah sesunggunya Aku telah alihkan beban yang ada dipundakku kepundak Usman”. Maka orang-orangpun berdesak-desak untuk membai’at sehingga beliau dikerumuni oleh orang-orang dibawah mimbar . Abdurahman bin Auf akhirnya menetapkan Usman. Pemilihan ini dilakukan setelah melalui lobi dan seleksi yang sangat ketat terhadap kedua kandidat. Penetapan ini sekecil apapun ada pertimbangan kabilahnya. karena isteri Abdurahman bin Auf saudara seibu Usman bin Affan.

Ali sendiri adalah orang yang pertama kali menjabat tangan Usman dan menyatakan bai’at padanya kemudian diikuti kaum muslimin. Namun pakar sejarah, seperti Ibnu Jarir mengatakan bahwa Ali adalah yang terakhir membai’at Usman. Ali berkata Kepada Abdurahman engkau menipuku, engkau mengangkatnya karena ia familimu dan karena ia sering meminta pendapatmu tentang setiap permasalahan. Ali enggan membai’atnya hingga Abdurahman menyebut Surat Al-Fath ayat 10 ”bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah,. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besa”
Adapun Usman menerima bai’at dengan hati bergetar, karena beratnya tanggung jawab yang ia emban dalam menjaga eksistensi negara setelah kematian umar yang terkenal sebagai sosok yang berwibawa, adil, saleh, tegas dan berpengaruh. Bersambung
*Mahasiswa Pascasarjana STAIN Jember