Kamis, 23 Desember 2010

PEMAHAMAN KARAKTER MORAL SISWA DALAM KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI SEKOLAH(bag 1)

( Oleh.Prof.Dr.H.M.Djunaidi Ghony )


A. Pendahuluan
Pendidikan persekolahan sampai saat ini masih menjadi bulan-bulanan banyak pihak karena hasil dan dampaknya yang belum sesuai dengan harapan. Banyak fenomena kejahatan, bencana, pengangguran, kemiskinan, dan kerusuhan dikaitkan dengan ketidakberhasilan pendidikan. Demikian halnya dengan rendahnya mutu pendidikan, dilihat dari daya saing SDM Indonesia saat ini dibandingkan dengan Negara-negara tetangga,.
Hal ini dapat dilihat dari hasil studi yang diselenggarakan oleh IEA (International Organization for Evaluation of Educational Achievement) yang juga diikuti oleh Indonesia bersama beberapa negara lainnya dalam TIMSS (Trends in International Mathematic and Science Study). Study PISA (Programme for International Student Assesment) yang diselenggarakan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) pada tahun 2006 menunjukkan Indonesia menduduki urutan kelima dari bawah dari 54 negara. Berdasarkan parameter EDI (Education Development Index) Indonesia menduduki peringkat 71 (medium EDI). Data tersebut menunjukkan bahwa dilihat dari segi mutu, Indonesia masih tergolong negara dengan mutu pendidikan yang belum dapat dibanggakan. (Depdiknas, 2009:49).
Masalah mutu ini bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan masalah siswa, masalah guru, masalah fasilitas, masalah manajemen sekolah, masalah sistem pendidikan, dan sebagainya. Marihot Manulang (2009) mengungkapkan tiga masalah pokok pendidikan Indonesia saat ini, yaitu (1) birokratisasi pendidikan yang kaku dan formalistik, (2) budaya sekolah (universitas) yang telah membeku dan (3) kehadiran pendidik yang sudah kehilangan harapan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa mutu pendidikan saat ini perlu perbaikan yang mendesak untuk menghasilkan SDM Indonesia yang unggul dan berdaya saing global. Urgensi perbaikan mutu pendidikan ini juga menjadi prioritas pembangunan pendidikan tahun 2010-2015 sebagaimana tahapan pembangunan pendidikan yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan Nasional yang tertuang dalam buku “Arah Pengembangan Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah” (2006:6) strategi pengembangan pendidikan dasar dan menengah dibagi atas 4 periode:
* 2005 – 2010 : Peningkatan kapasitas dan modernisasi: pemerataan akses, peningkatan IPM, dan penggunaan ICT
* 2010 – 2015 : Penguatan pelayanan untuk meningkatkan mutu dan daya saing dalam pelayanan pendidikan yang semakin besar, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah yang semakin dewasa.
* 2015 – 2020 : Daya saing regional: pengembangan mutu dan pelayanan pendidikan dasar dan menengah yang memiliki daya saing pada tingkat ASEAN.
* 2020 – 2025 : Daya saing internasional: pengembangan mutu dan pelayanan pendidikan dasar dan menengah berkelas internasional.
Pemecahan masalah mutu pendidikan harus dilakukan dengan berfokus pada business core (bidang pokok) pendidikan, yaitu pembelajaran atau kegiatan belajar mengajar (KBM). Pendidikan pada dasarnya upaya menjadikan peserta didik menjadi manusia terdidik. Format manusia terdidik dalam perspektif UUSPN No. 20/2003 dinyatakan :......…manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan pola pemikiran seperti ini, maka setiap hal yang dilakukan dalam mengelola pendidikan nasional atau di daerah selalu ditujukan untuk mewujudkan layanan pembelajaran terbaik yang mengarah pada perubahan perilaku peserta didik menjadi manusia utuh sebagaimana ditegaskan dalam UUSPN di atas.
Perwujudan mutu pembelajaran merupakan ujung tombak keberhasilan pendidikan yang dalam setting kelas utamanya diperani oleh guru sebagai pendidik professional sedangkan dalam setting sekolah utamanya diperani oleh kepala sekolah sebagai pemimpin, manajer, dan supervisor sekolah.
Bertolak dari paparan di atas, dapat dijelaskan dua hal, yaitu: (1) arah pendidikan persekolahan adalah mewujudkan perubahan perilaku peserta didik menjadi lebih baik mengarah pada perwujudan manusia utuh sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional, dan (2) peran utama untuk meningkatkan mutu pendidikan persekolahan pada setting kelas utamanya diperani oleh guru sedangkan pada setting sekolah utamanya diperani oleh kepala sekolah. Perwujudan dua hal di atas perlu dipecahkan melalui berbagai pandangan karakter siswa di sekolah terkait dengan kegiatan belajar mengajar dalam berbagai bidang studi, sekaligus sebagai pokok bahasan dalam Diklat Nasional kali ini.

B. Memahami Karakteristik Siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar.

Banyak pakar pendidikan yang berpendapat secara berbeda beda mengenai karakter. Karakter berbeda dengan nilai. Nilai dianggap sebagai dasar terbentuknya karakter. Karakteristik adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa yang telah dimilikinya. Karakteristik siswa adalah salah satu variabel dalam domain desain pembelajaran yang biasanya didefinisikan sebagai latar belakang pengalaman yang dimiliki oleh siswa termasuk aspek-aspek lain yang ada pada diri mereka seperti kemampuan umum, ekspektasi terhadap pengajaran, dan ciri-ciri jasmani serta emosional, yang memberikan dampak terhadap keefektifan belajar. Menganalisis karakteristik siswa dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan. Hasil dari kegiatan ini akan berupa daftar yang memuat pengelompokan karakteristik siswa, sekaligus sebagai pijakan untuk mempersiapkan metode pembelajaran yang optimal guna mencapai hasil belajar tertentu.
Karakteristik siswa sebagai salah satu variabel dalam domain desain pembelajaran akan memberikan dampak terhadap keefektifan belajar. Selama ini teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang dikembangkan oleh guru lebih berpijak pada karakteristik siswa dimana teori itu dikembangkan yakni karakteristik siswa di negaranya OBAMA. Adopsi teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang dilakukan para pakar seringkali mengalami kegagalan. Ini disebabkan kemungkinan besar dasar pijakannya yang berbeda atau variabel kondisional yang berbeda dengan kondisi di mana pembelajaran dilakukan. Variabel yang berhubungan dengan karakteristik siswa penting dijadikan pijakan pengembangan program pembelajaran moral dalam berbagai bidang studi.
Teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran moral di berbagai bidang studi seharusnya dikembangkan dengan berpijak pada informasi tentang karakteristik siswa. Pada tahap penalaran moral mana siswa itu berada, bagaimana eksistensi kepercayaan/iman mereka, empat, dan peran sosial mereka. Ini semua amat diperlukan oleh para guru, pendidik, perancang pembelajaran dalam upaya pengembangan program pembelajaran moral dalam berbagai bidang studi, dan produksi sumber-sumber belajar moral seperti buku-buku teks/paket, video,TV, komputer.
Informasi mengenai perkembangan moralitas mana mereka berada, akan bermanfaat untuk keperluan mengembangkan dan memproduksi bahan-bahan pembelajaran, khususnya yang berkaitan dengan bagaimana cara guru mengorganisasi isi/pesan-pesan pembelajaran. Jika siswa cenderung masih berada pada tahap penalaran tahap ke dua ( menyesuaikan diri untuk mendapatkan ganjaran, kebaikannya dibalas dan seterusnya) maka isi pembelajaran lebih banyak distruktur/diorganisasi untuk dapat merangsang aspek kognitif siswa agar berkembang menuju tahap kesadaran moral ketiga (menyesuaikan diri untuk menghindarkan ketidak setujuan, ketidak senangan orang lain).
Pengorganisasian isi pembelajaran lebih banyak menyediakan argumen sesuai dengan tahap penalaran ketiga tersebut. Demikian juga siswa cenderung masih berada pada tahap perkembangan moral ketiga, maka penstrukturan isi/pesan-pesan pembelajaran lebih banyak menyediakan argumen yang sesuai untuk penalaran moral tahap keempat ( menyesuaikan diri untuk menghindarkan penilaian oleh otoritas dan rasa diri bersalah ).
Informasi mengenai pada tahap kepercayaan eksistensial/iman, mana kecenderungan siswa berada, bagaimana kecenderungan empatinya, rasa hormat timbal balik haruslah menjadi fokus dari program pembelajaran khususnya dikalangan siswa dan kaum remaja, justru kemampuan untuk memahami dari sudut pandangan orang lain inilah yang akan membuat mereka dapat berpartisipasi secara lebih penuh dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan kelompok teman-teman sebaya.. Bagaimana pula kecenderungan peran sosial mereka, akan memberikan petunjuk mengenai cara mengorganisasi isi pesan-pesan pembelajaran beserta pengelolaannya, sebab aspek-aspek tersebut berhubungan secara paralel dengan perkembangan moral siswa. Dengan demikian pengelolaan pembelajaran yang disajikan guru dapat dilakukan dalam bentuk pemberian tugas yang dapat merangsang perkembangan aspek-aspek tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar