Senin, 25 Juli 2011

KONSEP PENDIDIKAN ISLAM MENURUT IBNU SAHNUN (Bagian 1)


Ibnu Sahnun dibesarkan dan dididik langsung oleh ayahnya dengan memasukkannya ke dalam Al-Kuttab. Guru pertamanya adalah ayahnya sendiri dan al-Qur’an merupakan pelajaran pertama yang ia terima. Dalam usia muda, ia telah mempelajari beberapa kitab karangan ayahnya. Ibnu Sahnun banyak dipengaruhi ayahnya yang terkenal dengan zuhud, wara’ dan rendah hati sebagai pendidik pertama baginya.
Adapun beberapa ulama’ yang pernah menjadi guru Ibnu Sahnun adalah : Ali bin Ziyad ( 183  H ), Musa bin Mu’awiyah al-Samadihi ( 225 H ), Abdullah bin Abi Hisan al-Yahbisi ( 226 H ) dan mempelajari kitab al-Muwaththa’ karangan Malik bin Anas. Selain itu, beliau juga pernah berguru kepada ulama’ Mesir dan Makkah.
Ibnu Sahnun memiliki karakter yang luar biasa, diantaranya keteguhan hati, akhlaq mulia dan penuh semangat tinggi. Pada setiap majlis ilmu yang digelarnya, tidak kurang 400 muridnya hadir.  Dengan kedaman ilmu, kharisma, kefasihan lidah, kepintaran prilaku, cara berpakaian, gaya hidup serta keteguhan hati dalam berpegang pada hokum yang ia miliki, ia dianggap sebagai insan kamil pada masanya.
Buku Ibnu Sahnun berisi beberapa bab, antara lain :
1.     Pengajaran Al-Qur’an, ia menjelaskan mengutamakan belajar dan mengajar Al-Qur’an. Untuk menunjang kebenaran penulisannya, Ia menyadur beberapa hadist Nabi kedalam bahasanya sendiri.
2.     Keadilan guru terhadap murid, ia menjelaskan mengenai sikap adil yang harus dimiliki, baik oleh guru terhadap semua murid maupun oleh orang tua terhadap semua anak. Untuk itu ia menyadur pula bebarapa hadist Nabi kedalam bahasanya sendiri.
3.     Tatakrama menghapus nama Allah atau ayat Al-Qur’an yang telah ditulis, misalnya di batu tulis atau kertas, ia menjelaskan bahwa menghapus nama Allah atau ayat tersebut adalah makruh (tidak disenangi) malah terlarang, kecuali dengan cara tertentu. Suatu cerita yang bersumber dari Anas bahwa dalam masa pemerintahan keempat khalifah, setiap guru menyediakan sebuah kolam kecil yang diisi oleh setiap murid dengan air suci, yang masing-masing mereka mendapat perintah untuk itu. apabila mereka bermaksud akan menghapus nama-nama Allah atau ayat-ayat Al-Qur’an yang telah ditulisnya maka batu tulisnya harus dimasukkan kedalam kolam tadi untuk dibersihkan di dalmnya. Sesudah semua murid membersihkan batu tulisnya dengan cara yang sama, air kolam tersebut seluruhnya dialirkan kedalam sebuah lobah yang dengan sengaja digali untuk maksud itu agar semua air tadi diserap oleh bumi.
4.     Hukuman, ia menjelaskan adab (tatakrama) menghukum anak (murid). Untuk ini ia mengutip beberapa hadist Nabi yang menjelaskan batasan samapai dimana dan dengan alat apa saja guru-guru dibenarkan menjatuhkan / melakukan hukuman atas anak berbuat salah. Diantara hadist Nabi yang dikutipnya adalah (yang artiyna) : tidak seorangpun diantara kamu boleh di pukul dengan cambuk melebihi dari 10 kali kecuali karena hukuman berbentuk hudud (seperti karena mencuri, berzina, minum khamar dan sebagainya). Yang lainny adalah (yang artinya) : hukumlah anak dengan 3 kali pukulan (cambuk). Jika lebih, maka yang memukul dituntut hukuman qishas (bela) di hari kiamat.
5.     Mengenai khatam Al-Qur’an, ia menjelaskan bahwa yang dimaksud khatam (tamat) Al-Qur’an tidaklah harus berarti menghafal keseluruhannya, tetapi bisa berarti menghafal sebagian besar, separuh, sepertiga atau seperempatnya. Guru sama sekali tidak boleh memaksa anak (murid) untuk menghafal keseluruhan Al-Qur’an kecuali dengan seizin orang tuanya. Pada upacara wisuda khatam Al-Qur’an, hari-hari lebaran (puasa atau haji), guru dibolehkan menerima hadiah dari murid-muridnya. Tetapi ia tidak dibenarkan menerimanya kecuali dengan izin orang tua mereka. Penerimaan hadiah di luar izin atau permintaan hadiah dengan sesuatu hilah (dalih) apapun bentuknya, hukumnya haram.
6.     Mengenai libur dan murid yang absen, ia berpendpat bahwa hari libur puasa adalah 1-3 hari dan lebur haji 3-4 hari. Mengenai murid yang absen, guru tidak boleh menugaskan murid lain untuk menyelidikinya, kecuali setelah mendapat izin dari orang tua anak yang ia tugaskan itu atau karena rumah anak yang absen tersebut memang dekat dengan lokasi belajar. Penugasan semacam itu dapat menimbulkan, minimal, dua akibat negatif, yaitu :
a.       Pelajaran anak yang ditugaskan akan tertinggal selama masa menyelidik.
b.      Mungkin ia akan mendapat penerimaan yang tidak baik atau malah mungkin ancaman dari murid yang ia selidiki. Guru sendirilah yang harus menyelidikinya dan dengan segera melaporkannya kepada orang tuanya. Disamping itu, guru tidak boleh :
a.       Mewakilkan kepada satu (atau beberapa) orang muridnya untuk melaksanakan hukuman (pukulan) atas murid lainnya yang bersalah.
b.      Mengangkat salah seorang muridnya untuk menjadi ketua bagi seluruh murid, kecuali jika murid tersebut sudah khatam Al-Qur’an.
c.       Mengangkat salah seorang muridnya menjadi guru bantu guna mengajar murid-murid yang lain, kecuali apabila murid tersebut telah memahami benar atau tidak perlu diajar lagi mengenai ilmu yang akan diajarkannya. Apabila ia mengangkat guru bantu yang memenuhi persyaratan tersebut maka, dirasanya patut, ia boleh memberi uang lelah secara wajar.
7.     Kewajiban khusus guru, ia menjabarkan bahwa guru :
a.       Tidak boleh bercanda dengan murid, kecuali berkelakar sekedarnya pada waktu akan menukar pelajaran.
b.      Harus melarang murid-muridnya melempar-lempar atau berubatan makanan atau buah-buahan dalam pesta “wisuda” khatam Al-Qur’an, karena makanan yang dilempar atau yang direbut terhitung rampasan.
c.       Harus meluangkan sebanyak mungkin waktunya untuk murid-muridnya dan tidak meninggalkan tugasnya karena hal-hal yang kurang perlu, misalnya mengikuti salat jenazah, mengantarkan jenazah kekuburan dan sebagainya.
d.      Harus menyusun jadwal mengajar, misalnya, membaca Al-Qur’an, i’rab Al-Qur’an, waqaf, tartil,; tidak perlu mengajarkan ilmu hitung, sya’ir, ilmu nahwu, bahasa Arab, kecuali jika memang dibebani untuk itu.
e.       Tidak boleh memukul dibagian kepala atau muka murid.
f.       Tidak boleh mewakilkan kepada muridnya untuk untuk mengajar murid lain.
g.      Tidak boleh menyibukkan diri dengan sesuatu pekerjaan yang menyebabkan perhatiannya kepada muridnya berkurang.
h.      Harus memperlihatkan kepada murid-muridnya atau tongkat pemukul, ruang belajar dan kantin.
i.        Harus menguji sejauh mana kemajuan belajar murid-muridnya.
j.        Tidak boleh mengajar dengan suara ilhan (mereng) dan juga nyanya karena keduanya makruh (tidak disenangi).
k.      Harus senang dengan tinta yang mengotori kainnya karena hal itu menandakan ketekunannya mengajar.
l.        Sebaiknya menetapkan waktu belajar dari pagi sampai dhuhur.
m.    Boleh menyuruh salah seorang muridnya untuk mendikte pelajaran kepada yang lain, tetapi ia harus memeriksa kebenaran dikte itu.
n.      Tidak boleh menukar pelajaran muridnya dari satu surah Al-Qur’an kepada surah lainnya sebelum hafal lafazh, harakat dan tulisannya.
o.      Tidak boleh melepaskan anak kecil untuk membuang sendiri air besar atau air kecilnya.
p.      Wajib memerintahkan muridnya mendirikan solat setelah berumur 7 tahun dan memukul yang meninggalkannya setelah berumur 10 tahun.
q.      Tidak boleh menyelenggarakan pendidikan anak-anak di dalam masjid, karena mereka belum terjamin bersih dari najis.
r.        Tidak boleh mengajar anak-anak kristen membaca Al-Qur’an.
s.       Tidak boleh menggabungkan anak perempuan dengan anak laki-laki dalam belajar, karena hal itu lama-lama akan mebuat mereka menjadi menyimpang.
t.        Harus menghukum murid jika ia mengganggu/menyakiti murid yang lain.
u.      Jika tersalah dalam menghukum, misalnya menghukum muridnya sampai buta atau mati maka ia akan dikenakan hukum kifarat (denda) sesuai dengan ketentuan yang berlaku; apabila hukumannya melampaui batas sehingga menyebabkan muridnya mati maka ia dikenakan hukum diyat (membayar 100 unta); sebaliknya, jikalau terbukti tidak melampaui batas, ia tidak terkena diyat; jika hukumannya dilakukan dengan alat yang tidak termaafkan dan muridnya mati maka ia dikenakan hukuman qishas (bela atau bunuh).

8.    Gaji guru – berlainan dengan Al-Ghazali (dua abad dibelakangnya) yang tidak membenarkan menerima upah – menegaskan bahwa guru:
a.       Boleh digaji, baik bulanan maupun tahunan atau diberi insentif secara wajar.
b.      Tetap berhak menerima gaji yang sudah disepakti samapi masa setahun dari muridnya yang karena sakit atau bepergian, tidak dapat mengikuti pelajaran.
c.       Boleh digaji guna mengajar sekelompok anak, jika para orang tuanya bersepakt untuk itu.
d.      Bisa dilarang mengajar jika telah diketahui berbuat salah atau keterlaluan dalam tindakannya.
e.       Boleh mengajar anak-anak lain disamping dengan anak-anak dengan mana ia diberi gaji.
9.    Sewa-menyewa Al-Qur’an dan kitab-kitab fikih, ia menegaskan:
a.       Boleh menyewa dan mempersewakan Al-Qur’an untuk dibaca seperti juga boleh menjualnya, karena yang dijual itu adalah tinta dan kertas.
Boleh mempersewakan dan menjual kitab kitab fikih, jika sudah dikenal penyewa atau pembelinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar