Nama asli beliau adalah Hassan bin Ahmad dan kemudian lebih dikenal dengan sebutan Hassan Bandung ketika sudah tinggal di kota Bandung. Saat masih menetap di Bangil, biasa dipanggil dengan Ahmad Hassan Bangil. Beliau lahir di Singapura pada tahun 1887. Beliau adalah ulama yang dikenal sangat berpendirian teguh dan ahli dalam berbagai ilmu keagamaan. Pembaru terkemuka dari kalangan Persatuan Islam (Persis) ini, juga terkenal sebagai politikus ulung.
Beliau lahir hasil pernikahan Ahmad dan Muznah. Mereka menikah di Surabaya ketika Ahmad sedang melakukan perjalanan dagangnya di kota tersebut. Usai menikah, Ahmad memboyong istrinya ke Singapura. Meski lahir di Surabaya, Muznah berasal dari Palekat Madras Selain berdagang, Ahmad (ayah Hasan) adalah seorang wartawan. Ia adalah pemimpin Koran Nurul Islam yang terbit di Singapura. Beliau juga ahli dalam hal agama dan bahasa. Dia menunaikan ibadah haji di tahun 1956. Pada saat berada di Tanah Suci, Ahmad Hassan jatuh sakit hingga terpaksa dibawa pulang kembali. Kemudian tertimpa lagi penyakit baru, yakni infeksi yang menyebabkan kakinya harus dipotong. Tokoh kharismatik ini meninggal dunia pada usia 71 tahun di Bangil (Jawa Timur), 10 November 1958.
Pendidikan
Secara formal, Hasan tak pernah benar-benar menamatkan sekolah formalnya yang ditempuhnya di Singapura, dikarenakan pada usia 12 tahun Hasan sudah diajak berdagang, menjaga toko milik iparnya, Sulaiman. Seiring dengan itu, oleh ayahnya Ahmad Hassan diinginkan meneruskan jejaknya menjadi penulis. Sehingga, semenjak kecil ia sudah mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya. Di usia 7 tahun, Hassan muda mulai mempelajari kitab suci Al-Quran serta pengetahuan dasar keagamaan. Hanya dalam tempo dua tahun, kedua pelajaran ini dapat dikuasainya karena ditunjang ketekunan dan kecerdasan. Setelah itu dia masuk sekolah Melayu selama 4 tahun untuk belajar bahasa Arab, Melayu, Tamil dan Inggris. Pendidikan ini selesai 4 tahun. Kemudian, kegiatan menimba ilmunya banyak dilakukan dengan berguru pada sejumlah ulama. Di antaranya adalah Haji Ahmad Kampung Tiung, Haji Muhammad Taib Kampung Rokoh, Said Abdullah al-Munawi al-Mausili, Abdul Latif, Haji Hasan, dan Syekh Ibrahim India.
Aktivitas
Tak hanya ilmu pelajaran saja yang ditekuni, Ahmad Hassan juga terbiasa mengisi waktu luangnya dengan mengasah keterampilan, seperti menenun dan bertukang kayu. Selain itu, di waktu tertentu dia membantu ayahnya di percetakan. Di usia remaja, Ahmad Hassan juga aktif menulis dan hal ini tentu sangat menyenangkan bagi sang ayah. Tahun 1909, karya tulisannya untuk pertama kali dipublikasikan dan dia pun diangkat menjadi pembantu surat kabar Utusan Melayu, terbitan Singapura. Tulisan-tulisannya banyak mengandung kritik konstruktif khususnya bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Pada tahun 1912, A. Hasan bekerja di Utusan Melayu yang diterbitkan oleh Singapura Press. Beliau menulis artikel yang berisi nasihat-nasihat, mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kepada kemungkaran. Tidak jarang beliau menulis dalam bentuk puisi yang menyentuh. Dalam perkembangannya, Tulisan Hasan menemui bentuknya. Yakni punya sikap yang tegas terhadap persoalan yang menurut dia masuk ke wilayah prinsip. Misalnya mengecam keras terhadap Qadli (hakim) yang memeriksa perkara dan mengumpulkan antara pria dan wanita dalam tempat duduk yang sama. Di surat kabar ini beliau bekerja sampai tahun 1916.
Masih banyak kegiatan yang dia lakukan. Seperti misalnya, saat bekerja menjadi guru di madrasah untuk orang-orang India di beberapa tempat di Singapura. Di samping itu, di luar jam mengajar ia masih pula mencari nafkah dari sumber-sumber yang halal. Tercatat, ia pernah menjadi pedagang batu permata, agen es, pedagang pakaian, penambal ban mobil dan selama setahun menjadi kerani kepaka di Pilgrim Office yang mengurusi perjalanan haji ke Tanah Suci. Ahmad Hassan baru kembali ke Indonesia, tepatnya ke Surabaya, pada tahun 1921 saat mengurus toko kain milik guru sekaligus pamannya, Haji Abdul Latif.
Pemikiran
Kebetulan berada di Bandung, dia menyaksikan pergolakan pemikiran keagamaan yang sedang hangat antara kaum muda dan tua. Kaum tua mempertahankan tradisi keagamaan yang telah mapan dan berkembang di masyarakat. Sementara itu, para pemuda ingin menghapuskan segala sesuatu yang tidak punya landasan Alquran dan Hadis Nabi. Awalnya, Ahmad Hassan cenderung sepakat dengan pendapat kaum tua. Pada waktu itu, dia bertemu dengan KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang tokoh NU. Tak lama, keduanya lantas bersahabat dengan wakil kaum tua ini. Namun lama kelamaan, saat harus menghadapi persoalan yang muncul, dia menjadi kurang puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh kaum tua. Beberapa saat kemudian, ia bertemu dengan seorang pedagang dan ulama asal Sumatra Barat bernama Pakih Hasyim. Ulama ini telah banyak mendalami pemikiran pembaruan kaum muda di tempat asalnya. Dengan segera saja, keduanya menjalin pertemanan yang akrab. Kendati demikian, usaha dagang yang dijalaninya tidak berhasil baik. Toko yang ia kelola mengalami kemunduran hingga terpaksa dikembalikan kepada Haji Abdul Latif. Selanjutnya, dia menggeluti usaha tambal ban serta mempelajari cara bertenun di Kediri. Tahun 1942, Ahmad Hasan meneruskan sekolah tenunnya di Bandung dan tinggal di kediaman keluarga KH M Yunus, yang dikenal sebagai pendiri Persatuan Islam (Persis). Sejak itulah ia kembali terlibat urusan keagamaan.
Ketika usahanya tidak lagi punya prospek cerah, Ahmad Hassan mencurahkan daya pikirannya untuk memajukan Persis. Oleh sahabat-sahabatnya, dia diminta untuk menjadi guru agama dan menetap di Bandung. Akan tetapi, pada saat luang, dia pun meneruskan bakatnya yang lama yakni menulis. Buah karya pertamanya yang mendapat sambutan luas masyarakat, yakni yang berjudul Tafsir al-Furqan. Tulisan tersebut dicetaknya sendiri. Pada masa itu, dia berkenalan dengan Soekarno. Perkenalan ini bermanfaat besar dalam mengenal agama Islam secara lebih mendalam, meski di sana sini timbul benturan pemikiran di antara mereka. Selain itu dia pun berkenalan dengan M Natsir. Bersama Natsir, keduanya kemudian menerbitkan majalah Pembela Islam dan majalah Al-Lisan.
Di kedua majalah itu, Ahmad Hassan memperlihatkan sosok dan kapasitas pribadinya sebagai pembela, pemurni, dan pembaru Islam. Namanya pun menjadi terkenal di pelosok Nusantara, Malaysia bahkan Singapura. Ketika membela panji-panji ajaran Islam, Ahmad Hassan tak hanya melakukannya lewat karya tulisan, tetapi juga melalui perdebatan lisan. Kepiawaiannya dalam berdebat itu menyebabkan banyak lawan debatnya kalah dan kembali ke jalan yang benar.
Satu hal penting, dia tidak pernah memilih-milih lawan berdebat. Siapa saja, kapan saja, dan dimana saja debat akan dilakoninya asal demi upaya menegakkaan ajaran Islam. Persis kian dikenal masyarakat luas seiring kiprah keagamaan dari Ahmad Hasaan. Setelah itu, pada tahun 1941, dia hijrah ke Bangil. Di tempat baru tersebut, dia masih tetap bersemangat mengembangkan Persis, menulis, bertablig, dan berdebat.
Peran A. Hasan di Indonesia
Ahmad Hasan dikenal sebagai salah satu tokoh pembaharuan di Indonesia. A. Hasan pada pertengahan abad 20-an bergabung dengan organisasi Persatuan islam (Persis) yang baru berdiri di Bandung, dimana beliau sebagi salah satu pendiri organisasi itu. Melalui Persis ini beliau dikenal luas sebagai pemikir Muslim yang teguh menyerukan sikap memurnikan Islam dengan kembali kepada Quran dan Sunnah, mengajak kepada ijtihad serta meninggalkan taklid dan bid'ah.
Pada tahun 1941 . Hasan pindah ke Bangil (Jawa Timur) dan mendirikan pesantren Persatuan islam dimana beliau semakin berkonsentrasi memperjuangkan fikirannya, dengan menerbitkan majalah, menulis buku, surat menyurat, berpolemik bahkan berdebat.
Dengan Soekarno beliau pernah berpolemik yang kemudoan dibukukan dengan Islam dan kebangsaan. Soekarno uga pernah melakukan surat menyurat dengan beliau (sebagaimana tertulis dalam surat-surat dari Endeh pada buku di bawah bendera revolusi) dimana Soekarno menyatakan penghargaan terhadap pemikiran ke-Islaman A. Hasan.
Ahmad Hasan memiliki gagasan keagamaan progressif yang beliau sampaikan secara lugas dan argumentasi yang akurat, yang kemudian mampu memberikan pengaruh cukup berarti terhadap gerakan pembaharuan Islam di Indonesia.
TOKOH DAN KARYANYA
Sekilas Karya A. Hasan
Berdasarkan catatan, Ahmad Hassan telah menulis puluhan buku mengenai masalah keagamaan, terutama fikih (usul fikih), tafsir, hadis, dan ilmu kalam. Beberapa karyanya yang cukup populer adalah :
- Soal-Jawab,
- Tafsir al-Furqan,
- Pengajaran Shalat dan
- At-Tauhid,
- Islam dan Kebangsaan,
- Madzhab dan Taklid,
- Risalah ahmadiah,
- Bibel Lawan Bibel,
- Wanita di podium,
- Dan lain-lain.
Beliau lahir hasil pernikahan Ahmad dan Muznah. Mereka menikah di Surabaya ketika Ahmad sedang melakukan perjalanan dagangnya di kota tersebut. Usai menikah, Ahmad memboyong istrinya ke Singapura. Meski lahir di Surabaya, Muznah berasal dari Palekat Madras Selain berdagang, Ahmad (ayah Hasan) adalah seorang wartawan. Ia adalah pemimpin Koran Nurul Islam yang terbit di Singapura. Beliau juga ahli dalam hal agama dan bahasa. Dia menunaikan ibadah haji di tahun 1956. Pada saat berada di Tanah Suci, Ahmad Hassan jatuh sakit hingga terpaksa dibawa pulang kembali. Kemudian tertimpa lagi penyakit baru, yakni infeksi yang menyebabkan kakinya harus dipotong. Tokoh kharismatik ini meninggal dunia pada usia 71 tahun di Bangil (Jawa Timur), 10 November 1958.
Pendidikan
Secara formal, Hasan tak pernah benar-benar menamatkan sekolah formalnya yang ditempuhnya di Singapura, dikarenakan pada usia 12 tahun Hasan sudah diajak berdagang, menjaga toko milik iparnya, Sulaiman. Seiring dengan itu, oleh ayahnya Ahmad Hassan diinginkan meneruskan jejaknya menjadi penulis. Sehingga, semenjak kecil ia sudah mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya. Di usia 7 tahun, Hassan muda mulai mempelajari kitab suci Al-Quran serta pengetahuan dasar keagamaan. Hanya dalam tempo dua tahun, kedua pelajaran ini dapat dikuasainya karena ditunjang ketekunan dan kecerdasan. Setelah itu dia masuk sekolah Melayu selama 4 tahun untuk belajar bahasa Arab, Melayu, Tamil dan Inggris. Pendidikan ini selesai 4 tahun. Kemudian, kegiatan menimba ilmunya banyak dilakukan dengan berguru pada sejumlah ulama. Di antaranya adalah Haji Ahmad Kampung Tiung, Haji Muhammad Taib Kampung Rokoh, Said Abdullah al-Munawi al-Mausili, Abdul Latif, Haji Hasan, dan Syekh Ibrahim India.
Aktivitas
Tak hanya ilmu pelajaran saja yang ditekuni, Ahmad Hassan juga terbiasa mengisi waktu luangnya dengan mengasah keterampilan, seperti menenun dan bertukang kayu. Selain itu, di waktu tertentu dia membantu ayahnya di percetakan. Di usia remaja, Ahmad Hassan juga aktif menulis dan hal ini tentu sangat menyenangkan bagi sang ayah. Tahun 1909, karya tulisannya untuk pertama kali dipublikasikan dan dia pun diangkat menjadi pembantu surat kabar Utusan Melayu, terbitan Singapura. Tulisan-tulisannya banyak mengandung kritik konstruktif khususnya bagi kemajuan dan perkembangan umat Islam. Pada tahun 1912, A. Hasan bekerja di Utusan Melayu yang diterbitkan oleh Singapura Press. Beliau menulis artikel yang berisi nasihat-nasihat, mengajak kepada kebaikan dan menjauhi kepada kemungkaran. Tidak jarang beliau menulis dalam bentuk puisi yang menyentuh. Dalam perkembangannya, Tulisan Hasan menemui bentuknya. Yakni punya sikap yang tegas terhadap persoalan yang menurut dia masuk ke wilayah prinsip. Misalnya mengecam keras terhadap Qadli (hakim) yang memeriksa perkara dan mengumpulkan antara pria dan wanita dalam tempat duduk yang sama. Di surat kabar ini beliau bekerja sampai tahun 1916.
Masih banyak kegiatan yang dia lakukan. Seperti misalnya, saat bekerja menjadi guru di madrasah untuk orang-orang India di beberapa tempat di Singapura. Di samping itu, di luar jam mengajar ia masih pula mencari nafkah dari sumber-sumber yang halal. Tercatat, ia pernah menjadi pedagang batu permata, agen es, pedagang pakaian, penambal ban mobil dan selama setahun menjadi kerani kepaka di Pilgrim Office yang mengurusi perjalanan haji ke Tanah Suci. Ahmad Hassan baru kembali ke Indonesia, tepatnya ke Surabaya, pada tahun 1921 saat mengurus toko kain milik guru sekaligus pamannya, Haji Abdul Latif.
Pemikiran
Kebetulan berada di Bandung, dia menyaksikan pergolakan pemikiran keagamaan yang sedang hangat antara kaum muda dan tua. Kaum tua mempertahankan tradisi keagamaan yang telah mapan dan berkembang di masyarakat. Sementara itu, para pemuda ingin menghapuskan segala sesuatu yang tidak punya landasan Alquran dan Hadis Nabi. Awalnya, Ahmad Hassan cenderung sepakat dengan pendapat kaum tua. Pada waktu itu, dia bertemu dengan KH Abdul Wahab Hasbullah, seorang tokoh NU. Tak lama, keduanya lantas bersahabat dengan wakil kaum tua ini. Namun lama kelamaan, saat harus menghadapi persoalan yang muncul, dia menjadi kurang puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan oleh kaum tua. Beberapa saat kemudian, ia bertemu dengan seorang pedagang dan ulama asal Sumatra Barat bernama Pakih Hasyim. Ulama ini telah banyak mendalami pemikiran pembaruan kaum muda di tempat asalnya. Dengan segera saja, keduanya menjalin pertemanan yang akrab. Kendati demikian, usaha dagang yang dijalaninya tidak berhasil baik. Toko yang ia kelola mengalami kemunduran hingga terpaksa dikembalikan kepada Haji Abdul Latif. Selanjutnya, dia menggeluti usaha tambal ban serta mempelajari cara bertenun di Kediri. Tahun 1942, Ahmad Hasan meneruskan sekolah tenunnya di Bandung dan tinggal di kediaman keluarga KH M Yunus, yang dikenal sebagai pendiri Persatuan Islam (Persis). Sejak itulah ia kembali terlibat urusan keagamaan.
Ketika usahanya tidak lagi punya prospek cerah, Ahmad Hassan mencurahkan daya pikirannya untuk memajukan Persis. Oleh sahabat-sahabatnya, dia diminta untuk menjadi guru agama dan menetap di Bandung. Akan tetapi, pada saat luang, dia pun meneruskan bakatnya yang lama yakni menulis. Buah karya pertamanya yang mendapat sambutan luas masyarakat, yakni yang berjudul Tafsir al-Furqan. Tulisan tersebut dicetaknya sendiri. Pada masa itu, dia berkenalan dengan Soekarno. Perkenalan ini bermanfaat besar dalam mengenal agama Islam secara lebih mendalam, meski di sana sini timbul benturan pemikiran di antara mereka. Selain itu dia pun berkenalan dengan M Natsir. Bersama Natsir, keduanya kemudian menerbitkan majalah Pembela Islam dan majalah Al-Lisan.
Di kedua majalah itu, Ahmad Hassan memperlihatkan sosok dan kapasitas pribadinya sebagai pembela, pemurni, dan pembaru Islam. Namanya pun menjadi terkenal di pelosok Nusantara, Malaysia bahkan Singapura. Ketika membela panji-panji ajaran Islam, Ahmad Hassan tak hanya melakukannya lewat karya tulisan, tetapi juga melalui perdebatan lisan. Kepiawaiannya dalam berdebat itu menyebabkan banyak lawan debatnya kalah dan kembali ke jalan yang benar.
Satu hal penting, dia tidak pernah memilih-milih lawan berdebat. Siapa saja, kapan saja, dan dimana saja debat akan dilakoninya asal demi upaya menegakkaan ajaran Islam. Persis kian dikenal masyarakat luas seiring kiprah keagamaan dari Ahmad Hasaan. Setelah itu, pada tahun 1941, dia hijrah ke Bangil. Di tempat baru tersebut, dia masih tetap bersemangat mengembangkan Persis, menulis, bertablig, dan berdebat.
Peran A. Hasan di Indonesia
Ahmad Hasan dikenal sebagai salah satu tokoh pembaharuan di Indonesia. A. Hasan pada pertengahan abad 20-an bergabung dengan organisasi Persatuan islam (Persis) yang baru berdiri di Bandung, dimana beliau sebagi salah satu pendiri organisasi itu. Melalui Persis ini beliau dikenal luas sebagai pemikir Muslim yang teguh menyerukan sikap memurnikan Islam dengan kembali kepada Quran dan Sunnah, mengajak kepada ijtihad serta meninggalkan taklid dan bid'ah.
Pada tahun 1941 . Hasan pindah ke Bangil (Jawa Timur) dan mendirikan pesantren Persatuan islam dimana beliau semakin berkonsentrasi memperjuangkan fikirannya, dengan menerbitkan majalah, menulis buku, surat menyurat, berpolemik bahkan berdebat.
Dengan Soekarno beliau pernah berpolemik yang kemudoan dibukukan dengan Islam dan kebangsaan. Soekarno uga pernah melakukan surat menyurat dengan beliau (sebagaimana tertulis dalam surat-surat dari Endeh pada buku di bawah bendera revolusi) dimana Soekarno menyatakan penghargaan terhadap pemikiran ke-Islaman A. Hasan.
Ahmad Hasan memiliki gagasan keagamaan progressif yang beliau sampaikan secara lugas dan argumentasi yang akurat, yang kemudian mampu memberikan pengaruh cukup berarti terhadap gerakan pembaharuan Islam di Indonesia.
TOKOH DAN KARYANYA
Sekilas Karya A. Hasan
Berdasarkan catatan, Ahmad Hassan telah menulis puluhan buku mengenai masalah keagamaan, terutama fikih (usul fikih), tafsir, hadis, dan ilmu kalam. Beberapa karyanya yang cukup populer adalah :
- Soal-Jawab,
- Tafsir al-Furqan,
- Pengajaran Shalat dan
- At-Tauhid,
- Islam dan Kebangsaan,
- Madzhab dan Taklid,
- Risalah ahmadiah,
- Bibel Lawan Bibel,
- Wanita di podium,
- Dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar