Mandi Wajib dalam agama Islam adalah cara untuk menghilangkan hadats besar, yaitu dengan cara membasuh seluruh tubuh mulai dari atas kepala hingga ujung kaki. Hal yang mewajibkan mandi :- Bertemunya dua khitan (bersetubuh).
- Keluar mani disebabkan oleh apapun. Ini disebut janabat/junub.
- Mati, dan matinya bukan mati syahid.
- Karena selesai nifas (bersalin; setelah selesai berhentinya keluar darah sesudah melahirkan).
- Karena wiladah (setelah melahirkan).
- Karena selesai haid.
Fardu Mandi :- Niat: pada saat memulai membasuh tubuh. Lafazh niat mandi wajib: “nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari janabati fardlal lillaahi ta’aalaa” (artinya: aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar dan najis fardlu karena Allah).
- Membasuh seluruh badan dengan air, yakni meratakan air ke semua rambut dan kulit.
- Keramas,lalu membasuhnya sebanyak 7 kali
- Lalu berwudhu, namun membasuh semua setiap bagiannya dengan penuh.berbeda dengan berwudhu biasa.
- Terakhir menyiram seluruh anggota tubuh sebanyak 3 kali,dimulai dari kanan lalu di lanjutkan yang kiri.
- setelah selesai mengucapkan “Alhammdulillah”.
Sunnah Mandi- Mendahulukan membasuh segala kotoran dan najis dari seluruh badan.
- Membaca “Bismillaahirrahmaanirrahiim” pada permulaan mandi.
- Menghadap kiblat sewaktu mandi dan mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
- Membasuh badan sampai tiga kali.
- Membaca doa sebagaimana membaca doa sesudah berwudlu.
- Mendahulukan mengambil air wudlu, yakni sebelum mandi disunnatkan berwudlu lebih dahulu.
Adapun tata caranya adalah berdasarkan hadits dari jalan Aisyah ra., ia berkata, Dahulu, jika Rasulullah SAW hendak mandi janabah (junub), beliau membasuh kedua tangannya. Kemudian menuangkan air dari tangan kanan ke tangan kirinya lalu membasuh kemaluannya. Lantas berwudhu sebagaimana berwudhu untuk salat. Lalu beliau mengambil air dan memasukan jari – jemarinya ke pangkal rambut. Hingga beliau menganggap telah cukup, beliau tuangkan ke atas kepalanya sebanyak 3 kali tuangan. Setelah itu beliau guyur seluruh badannya. Kemudian beliau basuh kedua kakinya (HR. Al Bukhari dan Muslim) Pada riwayat lain dikatakan,
dan dimasukannya jari – jari ke dalam urat rambut hingga bila dirasanya air telah membasahi kulit [kepala], disauknya dua telapak tangan lagi dan disapukannya ke kepalanya sebanyak 3 kali, kemudian dituangkan ke seluruh tubuh (HR. Al Bukhari dan Muslim) Dari hadits yang mulia di atas maka urutan tata cara mandi wajib adalah :- Membasuh kedua tangan
- Membasuh kemaluan
- Berwudhu sebagaimana berwudhu untuk salat [Boleh menangguhkan membasuh kedua kaki sampai selesai mandi (Fikih Sunnah hal. 154)]
- Mencuci rambut dengan cara memasukan jari – jemari ke pangkal rambut
- Menuangkan air ke atas kepala sebanyak 3x atau mengambil air dengan kedua tangan kemudian menyapukannya ke kepalanya.
- Menguyur seluruh badan
- Membasuh kaki
Larangan : Bagi mereka yang sedang ber-junub, yaitu mereka yang masih berhadats besar, tidak boleh melakukan hal-hal sbb.:- Melaksanakan salat.
- Melakukan thawaf di Baitullah.
- Memegang Kitab Suci Al-Qur’an.
- Membawa atau mengangkat Kitab Suci Al-Qur’an.
- Membaca Kitab Suci Al-Qur’an.
- Berdiam diri di masjid.
Bagi mereka yang sedang haid, dilarang melakukan hal-hal seperti tersebut di atas dan ditambah larangan sebagai berikut :- Bersenang-senang dengan apa yang antara pusat dan lutut.
- Berpuasa baik sunnat maupun fardlu.
- Dijatuhi talaq (cerai).
Mandi Wajib Bagi Wanita
Haid adalah salah satu najis yang menghalangi wanita untuk melaksanakan ibadah sholat dan puasa (pembahasan mengenai hukum-hukum seputar haidh telah disebutkan dalam beberapa edisi yang lalu), maka setelah selesai haidh kita harus bersuci dengan cara yang lebih dikenal dengan sebutan mandi haid.
Agar ibadah kita diterima Allah maka dalam melaksanakan salah satu ajaran islam ini, kita harus melaksanakannya sesuai tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan Rasulullah telah menyebutkan tata cara mandi haid dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa Asma’ binti Syakal Radhiyallahu ‘Anha bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang mandi haidh, maka beliau bersabda:
تَأْخُذُإِحْدَا كُنَّ مَائَهَا وَسِدْرَهَا فَتََطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ أوْ تَبْلِغُ فِي الطُّهُورِ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُُهُ دَلْكًا شَدِ يْدًا حَتََّى تَبْلِغَ شُؤُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا المَاءَ ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطْهُرُ بِهَا قَالَتْ أسْمَاءُ كَيْفَ أتََطَهَّرُبِهَا قَالَ سُبْحَانَ الله ِتَطَهُّرِي بِهَا قَالَتْْ عَائِشَةُ كَأنَّهَا تُخْفِي ذَلِكَ تَتَبَّعِي بِهَا أثَرَالدَّمِ
“Salah seorang di antara kalian (wanita) mengambil air dan sidrahnya (daun pohon bidara, atau boleh juga digunakan pengganti sidr seperti: sabun dan semacamnya-pent) kemudian dia bersuci dan membaguskan bersucinya, kemudian dia menuangkan air di atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air sampai pada kulit kepalanya, kemudian dia menyiramkan air ke seluruh badannya, lalu mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi minyak wangi kasturi, kemudian dia bersuci dengannya. Maka Asma’ berkata: “Bagaimana aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah” maka ‘Aisyah berkata kepada Asma’: “Engkau mengikuti (mengusap) bekas darah (dengan kain/kapas itu).”
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha bahwa seorang wanita bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang mandi dari haid. Maka beliau memerintahkannya tata cara bersuci, beliau bersabda:
تَأْخُذُ فِرْصَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ
“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332)
An-Nawawi rahimahullah berkata (1/628): “Jumhur ulama berkata (bekas darah) adalah farji (kemaluan).” Beliau berkata (1/627): “Diantara sunah bagi wanita yang mandi dari haid adalah mengambil minyak wangi kemudian menuangkan pada kapas, kain atau semacamnya, lalu memasukkannya ke dalam farjinya setelah selesai mandi, hal ini disukai juga bagi wanita-wanita yang nifas karena nifas adalah haid.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam an-Nisaa’: 117 juz: 1).
Syaikh Mushthafa Al-’Adawy berkata: “Wajib bagi wanita untuk memastikan sampainya air ke pangkal rambutnya pada waktu mandinya dari haidh baik dengan menguraikan jalinan rambut atau tidak.Apabila air tidak dapat sampai pada pangkal rambut kecuali dengan menguraikan jalinan rambut maka dia (wanita tersebut) menguraikannya-bukan karena menguraikan jalinan rambut adalah wajib-tetapi agar air dapat sampai ke pangkal rambutnya, Wallahu A’lam.” (Dinukil dari Jami’ Ahkaam An-Nisaa’ hal: 121-122 juz: 1 cet: Daar As-Sunah).
Maka wajib bagi wanita apabila telah bersih dari haidh untuk mandi dengan membersihkan seluruh anggota badan; minimal dengan menyiramkan air ke seluruh badannya sampai ke pangkal rambutnya; dan yang lebih utama adalah dengan tata cara mandi yang terdapat dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ringkasnya sebagai berikut:
- Wanita tersebut mengambil air dan sabunnya, kemudian berwudhu’ dan membaguskan wudhu’nya.
- Menyiramkan air ke atas kepalanya lalu menggosok-gosokkannya dengan kuat sehingga air dapat sampai pada tempat tumbuhnya rambut. Dalam hal ini tidak wajib baginya untuk menguraikan jalinan rambut kecuali apabila dengan menguraikan jalinan akan dapat membantu sampainya air ke tempat tumbuhnya rambut (kulit kepala).
- Menyiramkan air ke badannya.
- Mengambil secarik kain atau kapas(atau semisalnya) lalu diberi minyak wangi kasturi atau semisalnya kemudian mengusap bekas darah (farji) dengannya.
TATA CARA MANDI JUNUB BAGI WANITA
Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, beliau berkata:
كُنَّاإِذَأَصَابَتْ إِحْدَانَاجَنَابَةٌأَخَذَتْ بِيَدَيْهَاثَلَاثًافَوْقَ رَأْسَهَا ثُمَََّ تَأْخُذُ بِيَدِهَا عَلَى شِقِّهَاالْأيَْمَنِ وَبِيَدِهَااْلأُخْرَى عََََلَى شِقِّهَااْلأ يْسَرِ
“Kami ( istri-istri Nabi) apabila salah seorang diantara kami junub, maka dia mengambil (air) dengan kedua telapak tangannya tiga kali lalu menyiramkannya di atas kepalanya, kemudian dia mengambil air dengan satu tangannya lalu menyiramkannya ke bagian tubuh kanan dan dengan tangannya yang lain ke bagian tubuh yang kiri.” (Hadits Shahih riwayat Bukhari: 277 dan Abu Dawud: 253)
Seorang wanita tidak wajib menguraikan (melepaskan) jalinan rambutnya ketika mandi karena junub, berdasarkan hadits berikut:
Dari Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha berkata:
قُاْتُ ياَرَسُولَ اللهِ إِنِّي امْرَأَةٌ أَشُدُّ ضَفْرَرَأْسِي أَفَأَنْقُضُهُ لِغُسْلِ الْجَنَابَةِ؟ قَالَ:لاَإِنَّمَايَكْفِيْكِ أَنْ تَحْثِيْنَ عَلَى رَأْسِكِ ثَلاَثَ حَثَيَاتٍ مِنْ مَاءٍثُمََّ تُفِيْضِيْنَ عَلَى سَائِرِ جَسَادِكِ الماَءَ فَتَطْهُرِيْن
Aku (Ummu Salamah) berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita, aku menguatkan jalinan rambutku, maka apakah aku harus menguraikannya untuk mandi karena junub?” Beliau bersabda: “Tidak, cukup bagimu menuangkan air ke atas kepalamu tiga kali kemudian engkau mengguyurkan air ke badanmu, kemudian engkau bersuci.” (Hadits Shahih riwayat Muslim, Abu Dawud: 251, an-Nasaai: 1/131, Tirmidzi:1/176, hadits: 105 dan dia berkata: “Hadits Hasan shahih,” Ibnu Majah: 603)
Ringkasan tentang mandi junub bagi wanita adalah:
- Seorang wanita mengambil airnya, kemudian berwudhu dan membaguskan wudhu’nya (dimulai dengan bagian yang kanan).
- Menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali.
- Menggosok-gosok kepalanya sehingga air sampai pada pangkal rambutnya.
- Mengguyurkan air ke badan dimulai dengan bagian yang kanan kemudian bagian yang kiri.
- Tidak wajib membuka jalinan rambut ketika mandi.
Tata cara mandi yang disebutkan itu tidaklah wajib, akan tetapi disukai karena diambil dari sejumlah hadits-hadits Rasululllah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Apabila dia mengurangi tata cara mandi sebagaimana yang disebutkan, dengan syarat air mengenai (menyirami) seluruh badannya, maka hal itu telah mencukupinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar