Tak Ada Ciptaan Allah yang Sia Sia
Dalam surat Al-Baqarah, Allah SWT menyebutkan bahwa dalam semua ciptaan-Nya tidaklah sia-sia, bahkan seekor nyamuk sekalipun atau bahkan yang lebih rendah daripada itu. Orang mukmin akan beriman terhadap hal itu dan memandangnya sebagai sesuatu yang haq (benar), tetapi si kafir akan mengingkari dan bahkan menganggap tidak perlu Allah mengumpamakan dengan nyamuk atau sebagainya. Ayat-ayat berikut berbicara tentang perumpamaan dan jawaban Allah atas komentar orang-orang kafir tentang hal tersebut. Marilah kita perhatikan kandungan ayat-ayat itu dan penafsiran para ulama.
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 26-27 (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah. Adapun orang-orang yang beriman meyakini bahwa perumpamaan itu benar-benar dari Tuhan mereka, sementara mereka yang kafir mengatakan, ‘Apa maksud Allah menjadikan perumpamaan ini?’ Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah meneguhkannya, memutuskan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka unntuk menghubungkannya, dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah: 26-27).
Ketika Allah memberikan dua perumpamaan tentang orang-orang munafik dalam firman-Nya, “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api” dan “Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit”, orang-orang munafik berkata, “Allah terlalu suci dari membuat perumpamaan-perumpamaan seperti ini.” Maka Allah menurunkan ayat ini sampai firman-Nya, “Mereka itulah orang-orang yang rugi.”
Qatadah mengatakan: Ketika Allah menyebut perihal berupa laba-laba atau lalat, orang-orang musyrik berkomentar, “Ada apa denga laba-laba dan lalat sehingga harus disebut-sebut?” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah.” Artinya, Allah tidak malu menyatakan kebenaran dengan menggunakan sesuatu yang sedikit atau banyak, atau yang dipandang kecil atau besar.
Mengenai makna firman Allah, “Atau yang lebih rendah dari itu”, terdapat dua pendapat. Pertama, yang lebih kecil atau lebih remeh lagi. Ini pendapat sebagian besar muhaqqiq, kritikus. Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud adalah yang lebih besar daripada itu.
Qatadah bin Di’amah dan Ibnu Jarir adalah sebagian di antara yang berpendapat demikian. Pendapat tersebut dikuatkan oleh haidits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Ketika seorang muslim terkena dud atau yang lebih besar dari itu, ditetapkan baginya satu derajat dan dihapuskan satu kesalahannya.”
Jadi, Allah memberitakan bahwa Dia tidak memandang remeh sesuatu yang diciptakan-Nya sebagai perumpamaan meskipun dipandang hina dan kecil, seperti lalat. Sebagaimana tidak enggan menciptakannya, Allah pun tidak enggan membuatnya menjadi perumpamaan, sebagaimana perumpamaan lalat dan laba-laba dalam firman-Nya, “Sesungguhnya segala yang kalian seru selain Allah sekali-kali tidak dapat mencipkakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemahlah yang disembah.” (QS Al-Hajj: 73).
Begitu juga perumpamaan yang disebutkan dalam ayat-ayat lainnya berikut ini:
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui.” (QS Al Ankabut: 41).
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun.” (QS An-Nahl: 75).
“Dan Allah membuat pula perumpamaan: dua orang laki-laki, yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya itu, dan tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan?” (QS An-Nahl: 76)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS Al Ankabut: 43).
Seorang ulama salaf mengatakan, “Jika aku mendengar suatu perumpamaan dalam Al-Quran dan tidak dapat memahaminya, aku menangisi diriku, karena Allah telah berfirman, ‘Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Adapun orang-orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka’ adalah, mereka mengetahui bahwa itu merupakan kalam Allah dan dating dari sisi-Nya.
Firman Allah, “Tetapi mereka yang kafir mengatakan: Apa maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” adalah seperti firman-Nya, “Dan supaya orang-orang yang diberi al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan supaya orang-orang yang ada di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir mengatakan, ‘Apa yang dikkehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan.’ Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk pada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan dia sendiri.” (QS Al Muddatstsir: 31)
Allah pun berfirman di sini, “Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk, dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”
Ibnu Abbas mengatakan yang dimaksud firman Allah, “Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan”, adalah orang-orang munafik, sedangkan “Dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk” adalah orang-orang mukmin.
Allah menambahkan kesesatan kepada orang-orang munafik di samping kesesatan yang telah ada pada mereka karena kedustaan mereka atas apa yang telah mereka ketahui dengan sebenarnya mengenai perumpamaanyang Allah buat itu. Sebaliknya, Allah menambahkan petunjuk dan keimanan kepada orang-orang mukmin di samping petunjuk dan keimanan yang telah ada pada mereka disebabkan mereka membenarkan perumpamaan itu.
Mengenai firman Allah selanjutnya, “Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.” Abu Al’Aliyah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang munafik. Pengertian fasik secara bahasa adalah orang yang keluar dari ketaatan. Orang fasik meliputi orang kafir, dan orang yang bermaksiat – sekalipun mukmin. Tetapi kefasikan seorang kafir lebih berat dan lebih buruk lagi. Yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang fasik yang kafir.
Dalilnya, mereka digambarkan dalam ayat Al-Quran sebagai berikut, “Yaitu orang-orang yan melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan kepada mereka untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.”
Ini adalah sifat-sifat orang kafir yang sangat berbeda dengan sifat-sifat orang mukmin, sebagainama Allah berfirman, “Adakah orang yang mengetahui bahwasannya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran. Yaitu orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian.” (QS Ar-Rad 19-20), sampai firman-Nya, “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutuan, dan bagi mereka tempat kediaman yang bunik (Jahanam).” (QS Ar-Ra’d: 25).
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ‘ahd (janji) yang terdapat dalam ayat tersebut yang dikatakan, diputuskan oleh orang-orang fasik. Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah pesan Allah kepada para makhluk dan perintah-Nya kepada mereka agar menaati Allah, dan larangan-Nya agar tidak mendurhakai Allah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab suci dan melalui lisan para rasul. Mereka memutuskannya berarti mereka meninggalkan hal-hal tersebut.
Para ulama berpendapat, itu adalah pada orang-orang kafir dan munafik dari kalangan ahlul kitab. Janji Allah yang mereka rusak adalah yang Dia tetapkan dalam kitab Taurat agar mereka mengamalkan apa yang ada di dalamnya, mengikuti Muhammad SAW apabila mereka telah diutus, membenarkan apa yang dibawa olehnya dari Tuhan mereka. Mereka memutuskan janji itu dengan berlaku ingkar terhadap beliau padahal mereka telah mengetahui hakikatnya dan mereka menyembunyikan pengetahuan tentang itu dari manusia. Inilah pendapat yang dipilih Ibnu Jarir dan juga merupakan pendapat Muqatil bin Hayyan.
Mengenai firman Allah (yang artinya) “Dan mereka memutuskan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka untuk menghubungkannya.” Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah hubungan kekeluargaan sebagaimana yang disebutkan oleh Qatadah, seperti juga firman Allah, “Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa, kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS Muhammad: 22). Ini dikuatkan oleh Ibnu Jarir. Menurut pendapat lain, yang dimaksud adalah lebih umum daripada itu, yakni segala yang Allah perintahkan untuk menghubungkan dan melakukannya.
Muqatil mengatakan bahwa firman Allah, “Mereka itulah orang-orang yang rugi.”, maksudnya merugi di akhirat, sebagaimana yang Allah firmankan, “Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).”
Pada ayat 28 dari surat Al-Baqarah itu, Allah berfirman (yang artinya):
“Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kalian dikembalikan.”
Sebagai hujjah atas keberadaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan bahwa dia merupakan Pencipta hamba-hamba-Nya, Allah berfirman, “Mengapa kalian kafir kepada Allah?” Artinya: Mengapa kalian mengingkari keberadaan-Nya atau menyembah yang lain, padahal, “Kalian kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian.” Maksudnya: Kalian sebelumnya tidak ada lalu Allah mengadakan kalian sebagaimana yang Allah firmankan, “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini apa yang mereka katakana.” (QS Ath-Thur: 35-36).
Ibn Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian’ adalah kalian tadinya mati dalam sulbi orang tua masing-masing, tidak berupa apa-apa sampai Allah menciptakan kalian, kemudian Dia mematikan kalian dengan kematian yang sebenarnya, lalu Allah hidupkan kalian kembali ketika Dia membangkitkan kalian. Ibnu Abbas juga mengatakan bahwa ini seperti firman Allah dalam ayat lain, “Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan Engkau telah menghidupkan kami dua kali pula.” (QS Al-Mu’min: 11).
Adh-Dhahhak menyebutkan keterangan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah itu: Sebelum diciptakan menjadi manusia, kalian berupa tanah. Keberadaan yang pertama itu merupakan kematian. Kemudian Allah menciptakan kalian. Ini merupakan kehidupan. Selanjutnya Dia mematikan dan mengembalikan kalian ke dalam kubur. Ini kematian yang kedua. Setelah itu, Allah membangkitkan kalian di hari kiamat. Itulah kehudupan yang kedua. Jadi, ada dua kematian dan dua kehidupan.
Pada ayat ke 29 surat Al-Baqarah, Allah berfirman (yang artinya):
“Dia-lah Allah, yamg menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian, dan Dia berkehendak bersemayam di langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuat.,”
Setelah menyebutkan keterangan yang menunjukkan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka dan segala yang mereka saksikan pada diri mereka, Dia menyebutkan bukti lain yang mereka saksikan berupa penciptaan langit dan bumi. Maka Allah berfirman sebagaimana tersebut di atas. Did lam ayat ini terdapat petunjuk bahwa Allah lebih dulu menciptakan bumi, kemudian baru menciptakan langit ke tujuh.
Mengenai firman Allah,” Dia-lah Allah, yamg menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian.” Mujahid mengatakan, Allah menciptakan bumi sebelum menciptakan langit. Setelah Dia menciptakan bumi, muncul asap darinya. Di dalam ayat lain disebutkan, “Kemudian Dia bersemayam di langit dan langit itu masih merupakan asap.” (QS Fushshilat: 11). Mujahid juga mengatakan, sebagiannya berada di atas sebagian yang lain. Sedangkan pada tujuh lapis bumi, sebagiannya bertada di bawah sebagian yang lain.
Dinukilkan dari Tafsir Ibnu Katsir. Wallahu A’lam.
Habib Sholeh Ibn Achmad Ibn Salim Alaydrus
http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/artikel/nasihat_kyai/habib_soleh-renungan_nuzulul_quran-26sep07.single
Dalam surat Al-Baqarah, Allah SWT menyebutkan bahwa dalam semua ciptaan-Nya tidaklah sia-sia, bahkan seekor nyamuk sekalipun atau bahkan yang lebih rendah daripada itu. Orang mukmin akan beriman terhadap hal itu dan memandangnya sebagai sesuatu yang haq (benar), tetapi si kafir akan mengingkari dan bahkan menganggap tidak perlu Allah mengumpamakan dengan nyamuk atau sebagainya. Ayat-ayat berikut berbicara tentang perumpamaan dan jawaban Allah atas komentar orang-orang kafir tentang hal tersebut. Marilah kita perhatikan kandungan ayat-ayat itu dan penafsiran para ulama.
Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 26-27 (yang artinya):
“Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah. Adapun orang-orang yang beriman meyakini bahwa perumpamaan itu benar-benar dari Tuhan mereka, sementara mereka yang kafir mengatakan, ‘Apa maksud Allah menjadikan perumpamaan ini?’ Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik. Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah meneguhkannya, memutuskan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka unntuk menghubungkannya, dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS. Al-Baqarah: 26-27).
Ketika Allah memberikan dua perumpamaan tentang orang-orang munafik dalam firman-Nya, “Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api” dan “Atau seperti orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit”, orang-orang munafik berkata, “Allah terlalu suci dari membuat perumpamaan-perumpamaan seperti ini.” Maka Allah menurunkan ayat ini sampai firman-Nya, “Mereka itulah orang-orang yang rugi.”
Qatadah mengatakan: Ketika Allah menyebut perihal berupa laba-laba atau lalat, orang-orang musyrik berkomentar, “Ada apa denga laba-laba dan lalat sehingga harus disebut-sebut?” Maka Allah menurunkan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah.” Artinya, Allah tidak malu menyatakan kebenaran dengan menggunakan sesuatu yang sedikit atau banyak, atau yang dipandang kecil atau besar.
Mengenai makna firman Allah, “Atau yang lebih rendah dari itu”, terdapat dua pendapat. Pertama, yang lebih kecil atau lebih remeh lagi. Ini pendapat sebagian besar muhaqqiq, kritikus. Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud adalah yang lebih besar daripada itu.
Qatadah bin Di’amah dan Ibnu Jarir adalah sebagian di antara yang berpendapat demikian. Pendapat tersebut dikuatkan oleh haidits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Ketika seorang muslim terkena dud atau yang lebih besar dari itu, ditetapkan baginya satu derajat dan dihapuskan satu kesalahannya.”
Jadi, Allah memberitakan bahwa Dia tidak memandang remeh sesuatu yang diciptakan-Nya sebagai perumpamaan meskipun dipandang hina dan kecil, seperti lalat. Sebagaimana tidak enggan menciptakannya, Allah pun tidak enggan membuatnya menjadi perumpamaan, sebagaimana perumpamaan lalat dan laba-laba dalam firman-Nya, “Sesungguhnya segala yang kalian seru selain Allah sekali-kali tidak dapat mencipkakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemahlah yang disembah.” (QS Al-Hajj: 73).
Begitu juga perumpamaan yang disebutkan dalam ayat-ayat lainnya berikut ini:
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba, kalau mereka mengetahui.” (QS Al Ankabut: 41).
“Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun.” (QS An-Nahl: 75).
“Dan Allah membuat pula perumpamaan: dua orang laki-laki, yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya itu, dan tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan pun. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan?” (QS An-Nahl: 76)
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS Al Ankabut: 43).
Seorang ulama salaf mengatakan, “Jika aku mendengar suatu perumpamaan dalam Al-Quran dan tidak dapat memahaminya, aku menangisi diriku, karena Allah telah berfirman, ‘Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tidak ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.”
Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Adapun orang-orang yang beriman, mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka’ adalah, mereka mengetahui bahwa itu merupakan kalam Allah dan dating dari sisi-Nya.
Firman Allah, “Tetapi mereka yang kafir mengatakan: Apa maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?” adalah seperti firman-Nya, “Dan supaya orang-orang yang diberi al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu, dan supaya orang-orang yang ada di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir mengatakan, ‘Apa yang dikkehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan.’ Demikianlah Allah menyesatkan orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk pada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan dia sendiri.” (QS Al Muddatstsir: 31)
Allah pun berfirman di sini, “Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk, dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.”
Ibnu Abbas mengatakan yang dimaksud firman Allah, “Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan”, adalah orang-orang munafik, sedangkan “Dan dengan perumpamaan itu pula banyak orang yang diberi-Nya petunjuk” adalah orang-orang mukmin.
Allah menambahkan kesesatan kepada orang-orang munafik di samping kesesatan yang telah ada pada mereka karena kedustaan mereka atas apa yang telah mereka ketahui dengan sebenarnya mengenai perumpamaanyang Allah buat itu. Sebaliknya, Allah menambahkan petunjuk dan keimanan kepada orang-orang mukmin di samping petunjuk dan keimanan yang telah ada pada mereka disebabkan mereka membenarkan perumpamaan itu.
Mengenai firman Allah selanjutnya, “Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.” Abu Al’Aliyah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang munafik. Pengertian fasik secara bahasa adalah orang yang keluar dari ketaatan. Orang fasik meliputi orang kafir, dan orang yang bermaksiat – sekalipun mukmin. Tetapi kefasikan seorang kafir lebih berat dan lebih buruk lagi. Yang dimaksud dalam ayat ini adalah orang fasik yang kafir.
Dalilnya, mereka digambarkan dalam ayat Al-Quran sebagai berikut, “Yaitu orang-orang yan melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh dan memutuskan apa yang diperintahkan kepada mereka untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.”
Ini adalah sifat-sifat orang kafir yang sangat berbeda dengan sifat-sifat orang mukmin, sebagainama Allah berfirman, “Adakah orang yang mengetahui bahwasannya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal yang dapat mengambil pelajaran. Yaitu orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian.” (QS Ar-Rad 19-20), sampai firman-Nya, “Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutuan, dan bagi mereka tempat kediaman yang bunik (Jahanam).” (QS Ar-Ra’d: 25).
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang makna ‘ahd (janji) yang terdapat dalam ayat tersebut yang dikatakan, diputuskan oleh orang-orang fasik. Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah pesan Allah kepada para makhluk dan perintah-Nya kepada mereka agar menaati Allah, dan larangan-Nya agar tidak mendurhakai Allah sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab suci dan melalui lisan para rasul. Mereka memutuskannya berarti mereka meninggalkan hal-hal tersebut.
Para ulama berpendapat, itu adalah pada orang-orang kafir dan munafik dari kalangan ahlul kitab. Janji Allah yang mereka rusak adalah yang Dia tetapkan dalam kitab Taurat agar mereka mengamalkan apa yang ada di dalamnya, mengikuti Muhammad SAW apabila mereka telah diutus, membenarkan apa yang dibawa olehnya dari Tuhan mereka. Mereka memutuskan janji itu dengan berlaku ingkar terhadap beliau padahal mereka telah mengetahui hakikatnya dan mereka menyembunyikan pengetahuan tentang itu dari manusia. Inilah pendapat yang dipilih Ibnu Jarir dan juga merupakan pendapat Muqatil bin Hayyan.
Mengenai firman Allah (yang artinya) “Dan mereka memutuskan apa yang diperintahkan Allah kepada mereka untuk menghubungkannya.” Ada pendapat yang mengatakan bahwa yang dimaksud adalah hubungan kekeluargaan sebagaimana yang disebutkan oleh Qatadah, seperti juga firman Allah, “Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa, kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?” (QS Muhammad: 22). Ini dikuatkan oleh Ibnu Jarir. Menurut pendapat lain, yang dimaksud adalah lebih umum daripada itu, yakni segala yang Allah perintahkan untuk menghubungkan dan melakukannya.
Muqatil mengatakan bahwa firman Allah, “Mereka itulah orang-orang yang rugi.”, maksudnya merugi di akhirat, sebagaimana yang Allah firmankan, “Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).”
Pada ayat 28 dari surat Al-Baqarah itu, Allah berfirman (yang artinya):
“Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian, kemudian kalian dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kalian dikembalikan.”
Sebagai hujjah atas keberadaan-Nya, kekuasaan-Nya, dan bahwa dia merupakan Pencipta hamba-hamba-Nya, Allah berfirman, “Mengapa kalian kafir kepada Allah?” Artinya: Mengapa kalian mengingkari keberadaan-Nya atau menyembah yang lain, padahal, “Kalian kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian.” Maksudnya: Kalian sebelumnya tidak ada lalu Allah mengadakan kalian sebagaimana yang Allah firmankan, “Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini apa yang mereka katakana.” (QS Ath-Thur: 35-36).
Ibn Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian’ adalah kalian tadinya mati dalam sulbi orang tua masing-masing, tidak berupa apa-apa sampai Allah menciptakan kalian, kemudian Dia mematikan kalian dengan kematian yang sebenarnya, lalu Allah hidupkan kalian kembali ketika Dia membangkitkan kalian. Ibnu Abbas juga mengatakan bahwa ini seperti firman Allah dalam ayat lain, “Ya Tuhan kami, Engkau telah mematikan kami dua kali dan Engkau telah menghidupkan kami dua kali pula.” (QS Al-Mu’min: 11).
Adh-Dhahhak menyebutkan keterangan dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah itu: Sebelum diciptakan menjadi manusia, kalian berupa tanah. Keberadaan yang pertama itu merupakan kematian. Kemudian Allah menciptakan kalian. Ini merupakan kehidupan. Selanjutnya Dia mematikan dan mengembalikan kalian ke dalam kubur. Ini kematian yang kedua. Setelah itu, Allah membangkitkan kalian di hari kiamat. Itulah kehudupan yang kedua. Jadi, ada dua kematian dan dua kehidupan.
Pada ayat ke 29 surat Al-Baqarah, Allah berfirman (yang artinya):
“Dia-lah Allah, yamg menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian, dan Dia berkehendak bersemayam di langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuat.,”
Setelah menyebutkan keterangan yang menunjukkan bahwa Allah-lah yang menciptakan mereka dan segala yang mereka saksikan pada diri mereka, Dia menyebutkan bukti lain yang mereka saksikan berupa penciptaan langit dan bumi. Maka Allah berfirman sebagaimana tersebut di atas. Did lam ayat ini terdapat petunjuk bahwa Allah lebih dulu menciptakan bumi, kemudian baru menciptakan langit ke tujuh.
Mengenai firman Allah,” Dia-lah Allah, yamg menjadikan segala yang ada di bumi untuk kalian.” Mujahid mengatakan, Allah menciptakan bumi sebelum menciptakan langit. Setelah Dia menciptakan bumi, muncul asap darinya. Di dalam ayat lain disebutkan, “Kemudian Dia bersemayam di langit dan langit itu masih merupakan asap.” (QS Fushshilat: 11). Mujahid juga mengatakan, sebagiannya berada di atas sebagian yang lain. Sedangkan pada tujuh lapis bumi, sebagiannya bertada di bawah sebagian yang lain.
Dinukilkan dari Tafsir Ibnu Katsir. Wallahu A’lam.
Habib Sholeh Ibn Achmad Ibn Salim Alaydrus
http://pesantren.or.id.29.masterwebnet.com/ppssnh.malang/cgi-bin/content.cgi/artikel/nasihat_kyai/habib_soleh-renungan_nuzulul_quran-26sep07.single
Tidak ada komentar:
Posting Komentar