Senin, 22 Agustus 2011

Brazil, Rumah Baru Bagi Perkembangan Islam

“Allahu Akbar” menggema dari pengeras suara ketika ratusan Muslim berbondong-bondong datang ke Masjid untuk melaksanakan sholat. Di luar, toko-toko yang menjual daging halal berjejer di jalan seperti layaknya di Damaskus, Kairo, atau Baghdad, namun ini adalah lingkungan kelas pekerja Bras di Sao Paulo, Brazil, pusat kelahiran Islam di Amerika Latin.
Brazil kini sedang mengalami ledakan Islam, dengan estimasi yang mengindikasikan bahwa populasi Muslim meningkat dari beberapa ratus ribu menjadi 1.5 juta dalam satu dekade ini, dari total ppopulasi 190 juta. Ini menjadi jelas ketika Masjid-masjid bermunculan di seluruh penjuru negeri, beberapa di antaranya didanai oleh negara-negara Arab seperti Saudi dan negara-negara Teluk.

Tidak ada tempat lain dengan kehadiran Islam yang sangat kuat seperti di Bras. Mohammed Al Bukai, kelahiran Syria, mengelola sebuah Masjid di sana. Ia mengatakan, “Gelombang pertama imigran Arab tiba di sini pada tahun 1920an.”
“Serangan 11 September adalah kunci dalam membangkitkan keingintahuan masyarakat tentang Islam, kini 15% dari komunitas kami adalah orang-orang non-Arab.”
Paulo Daniel Farah, seorang pakar Islam di Universitas Sao Paulo, mengatakan, “Islam tumbuh di mana-mana di Amerika Latin, namun terutama di Brazil, sejak budak-budak Muslim dibawa ke sini dari Afrika di abad 19, bagian dari sejarah yang baru masuk ke dalam kurikulum sekolah dan universitas di tahun 2003.”
Mereka memimpin sejumlah perlawanan terhadap perbudakan, terutama terutama Revolusi Male tahun 1835 di Salvador de Bahia, yang diikuti oleh represi selama puluhan tahun. Mereka mempertahankan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan sosial yang terkandung dalam Islam, sebuah pesan yang bergema sangat keras hari ini saat kaum kulit hitam masih menjadi kelompok termiskin di negara itu, bersama dengan orang-orang Indian.
Hal itu menjelaskan mengapa banyak warga Afro-Brazil yang memeluk agama Islam, banyak dari mereka yang berasal dari gerakan pemberdayaan kulit hitam yang sedang mencari identitas masa lalunya.
Fenomena ini terasa sangat kuat terutama di kawasan suburban perindustrian besar Sao Bernardo, satu jam dari Sao Paulo, yang merupakan kota tempat tinggal Presiden Luiz Inacio Lula da Silva.
Menara kembar dari Masjid baru bercat putih itu muncul di antara jajaran rumah-rumah bertingkat dua. Di dalam, Hinere Al Amin, 32, seorang artis hip hop kulit hitam yang masuk Islam lebih dari 10 tahun lalu, membantu mengorganisir aktivitas sosial kaum Muslim. “Saya bergabung dengan hip hop untuk mengecam genosida terhadap generasi muda kulit hitam di Brazil, kemudian saya menemukan di dalam referensi sejarah saya sendiri tentang kaum Muslim yang dipaksa datang ke negara ini. Saya merasa terkesima oleh film Malcom X dan karakter-karakter seperti Muhammad Ali, saya ingin menjadi seperti mereka,” ujarnya.
Angka masuk Islam juga meningkat di kalangan warga Brazil kulit putih. Di Bras, Thamara Fonseca, 24, mengenakan kerudung berwarna. Keluarganya berasal dari Eropa dan suaminya tinggal di Birmingham. Ia mendesain baju dan mengatakan bagaimana klien-kliennya dan orang-orang yang secara umum menerima keputusannya masuk agama Islam.
“Pada awalnya saya terus mendengar di jalan-jalan, Lihat istri Osama bin Laden dan Saddam Hussein itu, kau seorang pengebom wanita, namun kini orang-orang tidak mengatakan itu lagi, sekarang banyak yang menghampiri dan menanyakan tentang Islam, semua orang semakin ingin tahu,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar