Minggu, 14 Agustus 2011

Mengapa Tuhan Memerintahkan Kita Berpuasa?

By Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si   
Bagi umat Islam, bulan Ramadan merupakan bulan penuh berkah yang dinanti-nanti kehadirannya. Di dalamnya penuh nikmat dan rahmat yang tidak ternilai harganya dan tidak dijumpai di bulan-bulan lain di luar Ramadan, hingga Rasulullah pernah bersabda dalam sebuah hadits bahwa andai saja manusia tahu nilai yang terkandung di bulan Ramadan,  niscaya mereka meminta sepanjang tahun adalah bulan Ramadan. Sabda Rasulullah itu sebenarnya menegaskan betapa besar keutamaan yang diberikan Allah pada bulan Ramadan. Karena itu, sungguh sayang jika momentum yang demikian penting hanya terlewat begitu saja tanpa makna.

Puasa di bulan Ramadan merupakan ibadah wajib bagi umat Islam. Karena wajib, maka berdosa bagi yang tidak menjalankannya. Saat ini lebih dari 1,5 miliar umat Islam di dunia sedang menunaikan ibadah puasa. Banyak janji Allah lewat ayat maupun hadis nabi bagi orang yang menjalankan ibadah puasa dengan khusyu’ dan  memohon ridho-Nya, berikut ancaman  bagi orang yang meninggalkannya. Pertanyaannya adalah mengapa manusia disuruh berpuasa? Sebab, jika mengacu ke firman Allah pada surat al Imran ayat 191, yang artinya “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”, maka semua ciptaan Allah, baik berupa benda padat, cair, maupun sistem, termasuk puasa,  ada tujuannya dan pasti untuk kebaikan manusia.
Manusia adalah makhluk berkehendak bebas (free will human beings) yang pada dirinya terkandung hawa nafsu. Ada manusia yang mampu mengendalikan hawa nafsunya, dan ada banyak yang tidak mampu. Padahal, jika hawa nafsu tidak dikendalikan yang terjadi adalah kerusakan, baik bagi dirinya maupun orang lain. Allah tahu persis bahwa di samping memiliki kelebihan-kelebihan dibanding dengan makhluk ciptaan-Nya yang lain, manusia memiliki kelemahan, yakni kelemahan untuk mengendalikan hawa nafsu. Karena itu, dalam Islam ada perintah untuk memerangi hawa nafsu, bukan membunuhnya. Sebab, kalau nafsunya dibunuh, manusia akan kehilangan nafsu duniawinya, dan itu bertentangan dengan kodratnya sebagai kholifah di muka bumi. Sebab, sebagai kholifah manusia memang dibekali hawa nafsu berupa ambisi-ambisi untuk mencapai keinginan-keinginan dalam hidupnya. Selain itu, sebagai kholifah Allah di muka bumi, manusia diberi amanah untuk mengelola dan mengolah apa saja yang ada di bumi ini bagi keperluannya sendiri. Tetapi Islam mengajarkan agar hawa nafsu itu dikendalikan sehingga tidak liar. Sebab, nafsu cenderung  liar dan menyesatkan.
Untuk menggambarkan nafsu manusia, kita bisa membuat pertanyaan reflektif seperti adakah orang kaya yang tidak ingin lebih kaya lagi? Atau, adakah orang yang sudah punya jabatan tidak ingin jabatan yang lebih tinggi lagi, dan seterusnya? Kekayaan dan jabatan tidak dilarang dalam Islam. Tetapi persoalannya adalah bagaimana kekayaan dan kekuasaan seseorang bisa memberikan manfaat bagi orang banyak.
Dalam kehidupan modern saat ini yang serba materialistis, kita bisa menyaksikan banyak manusia tersandera oleh hawa nafsu sendiri dan menjadikan nafsu sebagai tuhannya. Mereka mengira bahwa kekayaan duniawi adalah segala-galanya, sehingga diperjuangkan habis-habisan untuk memperolehnya sampai lupa kewajiban terhadap Tuhannya. Terkait kehidupan semacam itu, melalui surat Al Jaatsiyah ayat 23, yang artinya “Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya”, Allah mengingatkan kepada kita bahwa hawa nafsu yang tidak terkendali bisa berubah menjadi tuhan-tuhan tempat mereka menghamba. Banyak orang diperbudak oleh hawa nafsu mereka sendiri. Tetapi, jika mampu mengendalikan hawa nafsu, manusia bisa menjadi makhluk yang derajatnya sangat tinggi sebagaimana malaikat yang suci.
Selain untuk mengendalikan diri, puasa merupakan strategi Allah agar manusia bisa dididik untuk bisa mengendalikan diri dan mudah mensyukuri karunia dan nikmat Allah. Dengan merasakan haus dan lapar, orang yang berpuasa akan berempati kepada orang miskin yang mengalami kesulitan hanya untuk makan dan minum saja, sekaligus merasakan nikmat tatkala berbuka. Merasa haus dan lapar memberikan pengalaman sangat berharga bagaimana merasakan penderitaan tatkala orang mengalami kemiskikan riel sehingga tidak sanggup makan. Di masyarakat kita, masih banyak kita jumpai orang-orang miskin yang tidur di jalan, di bawah kolong-kolong jembatan, dan di teras-teras toko.
Puasa merupakan pendidikan (tarbiyah) hati yang luar biasa. Karena itu, orang yang berpuasa merupakan makhluk yang sanggup dididik oleh Allah untuk menjadi hamba yang taat, mudah syukur nikmat dan peduli dengan sesama, terutama kepada yang miskin. Puasa ternyata tidak saja merupakan ibadah yang bernilai privat, tetapi juga publik. Begitu agungnya nilai puasa, sampai-sampai Rasulullah pernah bersabda dalam sebuah haditsnya yang artinya “Ada tiga golongan orang yang tidak ditolak doanya, yaitu orang yang berpuasa hingga berbuka, pemimpin yang adil, dan orang yang didholimi”. Karena itu, kita jalankan ketentuan Allah tersebut sebaik-sebaiknya agar kita bisa menggapai kehidupan sebagaimana dikehendaki oleh Allah swt. Senyampang masih berada pada hari-hari awal Ramadan, mari kita terus berusaha untuk menggali nilai-nilai yang dikandung di bulan Ramadan ini, sehingga semakin memantapkan ibadah puasa kita untuk mencapai derajat ‘muttaqin’ sebagaimana dijanjikan Allah swt. bagi orang-orang yang berpuasa. Amin, amin ya mujiibassailiin. Selamat menjalankan ibadah puasa 1432 H.
http://www.mudjiarahardjo.com/artikel/351-mengapa-tuhan-memerinthakan-kita-berpuasa.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar