Jumat, 19 Agustus 2011

Keislaman dan Kemodernan






Setelah kemerdekaan negeri-negeri Islam dan kebebasan kaum muslimin untuk mengambil kebudayaan modern melalui pendidikan umum adalah masa-masa yang paling kritis dalam sejarah konfrontasi atau lebih tepatnya interrelasi kebudayaan Islan terhadap kebudayaan barat. Krisis itu timbul oleh adanya pencariaan hakekat hubungan antara Islam dan kemodernan. Dalam keaadaan tidak menemukan secara meyakinkan hakekat itu, maka timbullah  sikap tegar dalam keagamaan yang bersifat penegasan terhadap diri sendiri karena ketidakrelaan kehilangan identitas keIslamanan walau sebenarnya dalam kenyataan tetap menceburkan diri dalam kemodernan. Inilah pangkal timbulnya neo-fundamentalisme di seluruh dunia Islam, umumnya terdiri dari generasi baru muslim yang berpendidikan barat. Mereka adalah muslim dengan ikatan emosional yang kuat sekali pada Islam dan sangat menginginkan Islam itu diperkuat untuk menghadapi barat.  Sebagai contoh neo-fundamentalis Islam di Iran yang dipimpin Imam Khumaini.
Neo-Fundamentalisme muncul karena ketidak berhasilan kaum modernis merumuskan metodologi pemahaman terhadap Islam  berdasarkan teks-teks suci yang menyeluruh. Tetapi pada urutannya neo fundamentalisme  menunjukan kelemahan  yang cukup parah.  Kelemahannya adalah negativisme dalam cara berfikir akibatnya adalah perasaan anti barat tapi pada waktu yang sama mengambil bagian  kemodern.
Muslim terdahulu tampil secara meliter dan politik  sebagai pemenang dan pemimpin, sehingga mereka mantap sebagai diri sendiri dan menjadi penentu sejarah sendiri. Maka mudah bagi mereka bersikap mengayomi golongan lain seperti Yahudi, yang mengalami zaman keemasan dalam pengakuan kekuasaan Islam Berbeda dengan sekarang dimana umat Islam kalah baik militer, politik maupun ekonomi.
Pada persoalan  Indonesia, apapun yang kita lakukan berkenaan dengan eksistensi kita sebagai kaum muslim Indonesia  harus diyakini akan memberi manfaat langsung secara nasional. Negara kita memerlukan injeksi wawasan maju yang bakal lebih menjamin kelestariannya, yang tidak sekadar berupa segi-segi struktural dan prosedural saja, tetapi berupa sesuatu yang sanggup memberi dimensi ketaatan dan loyalitas yang terasa lebih hangat dalam kalbu. Dimensi itu hanya bisa timbul dari suatu sistem yang berkait dengan makna hidup yang paling mendalam dan umumnya ditawarkan oleh sistem keyakinan beragama. Penguatan oreintasi keagamaan bagi pemeluknya pada akhirnya akan melahirkan dimensi-dimensi moral, guna melandasi bangunan peradapan yang kukuh. Maka kalau berbicara Islam, bukan saja karena dorongan bathin sebagai seorang yang mempunyai komitmen pada agama, tetapi karena kesadaran dan tanggung jawab nasional yang lebih besar pada pundak warga negara muslim, semata-mata karena warga muslim merupakan kelompok terbesar di Indonesia. Sehingga untuk menjadi Indonesia yang sesungguhnya mustahil tanpa peran serta kaum muslim
Di Sadur dari Buku CITA-CITA POLITIK ISLAM 
By. Moh. Badrus Sholeh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar