Sabtu, 20 Agustus 2011

HUKUM MEMBACA AL-QUR'AN BAGI WANITA HAID

Dalil

لا يقرأ الجنب ولا الحائض شيئا من القرآن (أحمد ، والترمذى ، وابن ماجه ، والبيهقى فى المعرفة وضعفه ، وابن جرير عن ابن عمر)
أخرجه الترمذى (1/236 ، رقم 131) ، وابن ماجه (1/196 ، رقم 596) . وأخرجه أيضًا : الدارقطنى (1/117) ، والبيهقى (1/89 ، رقم 422) .
عن عبد الله بن سلمة قال : دخلت على على بن أبى طالب أنا ورجلان فدخل المخرج ثم خرج فأخذ حفنة من ماء فتمسح بها ثم جعل يقرأ القرآن فرآنا أنكرنا ذلك فقال كان رسول الله  - صلى الله عليه وسلم -  يدخل الخلاء فيقضى الحاجة ثم يخرج فيأكل معنا اللحم ويقرأ القرآن ولا يحجزه عن القرآن شىء ليس الجنابة (الطيالسى ، والحميدى ، وأحمد ، والعدنى ، وأبو داود ، والترمذى ، والنسائى ، وابن ماجه ، وابن جرير وصححه ، وابن خزيمة ، والطحاوى ، وأبو يعلى ، وابن حبان ، والدارقطنى ، والآجرى فى أخلاق حملة القرآن ، والحاكم ، والبيهقى فى شعب الإيمان ، والضياء) [كنز العمال 4182]
أخرجه الطيالسى (1/17 ، رقم 101) ، والحميدى (1/31 ، رقم 57) ، وأحمد (1/107 ، رقم 840) ، وأبو داود
عن أبى الغريف قال : أتى على بالوضوء فمضمض واستنشق ثلاثا ثم غسل وجهه ثلاثا وغسل يديه وذراعيه ثلاثا ثلاثا ثم مسح برأسه وغسل برجليه ثم قال هكذا رأيت رسول الله  - صلى الله عليه وسلم -  توضأ ثم قرأ شيئا من القرآن ثم قال هكذا لمن ليس بجنب فأما الجنب فلا ولا آية (أحمد ، وأبو يعلى) [كنز العمال26910]
أخرجه أحمد (1/110 ، رقم 872) ، وأبو يعلى (1/300 ، رقم 365)

Menurut Imam Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ahmad, haram hukumnya wanita haid membaca Al-Qur`an. Imam Malik membolehkan membaca beberapa ayat. Sedangkan menurut Imam Dawud az-Zahiri, boleh wanita haid membaca al-Quran (ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah, hlm. 18)

Mengapa timbul perbedaan pendapat? Sebab para ulama berbeda dalam menilai hadis dalam masalah ini. Nabi saw. bersabda,”Tidaklah boleh orang junub dan juga wanita haid membaca sedikit pun dari al-Quran.” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad). Sebagian ulama menganggap hadis ini dhaif (lemah) sehingga tidak layak menjadi hujjah (alasan) (Kifayatul Akhyar, I/77-79; Subulus Salam, I/88). Sementara itu sebagian ulama lainnya menganggap hadis itu bukan hadis dhaif.

Pendapat yang lebih kuat (rajih), adalah pendapat yang mengharamkan wanita haid membaca al-Quran. Sebab meskipun sebagian ulama melemahkan hadis di atas, namun hadis tersebut dianggap hasan (cukup baik) oleh Imam as-Suyuthi, sehingga layak menjadi dalil (As-Suyuthi, al-Jami’ ash-Shaghir, hlm. 205). Namun, yang diharamkan adalah jika wanita haid itu semata berniat membaca (qira`ah), sebagai amal ibadah. Jika, dia tidak meniatkannya sebagai bacaan ibadah, boleh hukumnya membaca al-Quran. Misalnya, membaca Al-Quran dengan niat berdzikir, memberi nasehat atau berdakwah, menceritakan kisah, atau menghafal ayat. (as-Sayyid al-Bakri, I’anatuth Thalibin, I/69). Hal ini sesuai hadits Nabi,”Sesungguhnya perbuatan-perbuatan itu bergantung pada niat-niatnya.”

Tentang wanita yang sedang haid masuk masjid, jumhur ulama, yakni Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad, sepakat wanita yang haid tidak boleh berdiam di dalam masjid. Namun Imam Dawud Az-Zahiri membolehkan wanita haid dan orang junub berdiam di masjid (ad-Dimasyqi, Rahmatul Ummah, hlm. 17)

Akar perbedaan pendapat itu karena para ulama berbeda pandangan mengenai hadis Nabi saw. :

لاَ أُحِـلُّ الْمَسْجِدَ لِحَائِضٍ وَلاَ لِجُـنُبٍ

“Sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita yang haid dan orang junub.” (HR Abu Dawud [232]).
 
Jumhur ulama menganggap hadis ini sahih atau hasan, sehingga mengamalkannya dengan mengharamkan wanita haid masuk dan berdiam di masjid. Namun ada ulama yang tidak menganggapnya sebagai hadis yang layak saebagai hujjah. Karenanya mereka tidak mengamalkannya.

Namun pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur, karena hadis di atas sesungguhnya adalah hadis yang layak menjadi hujjah. Hadits ini shahih menurut Ibnu Khuzaimah. (Subulus Salam, I/92). Menurut Ibn al-Qaththan, hadis ini hasan (Kifayatul Akhyar, I/80).

Kemudian tentang rambut rontok dan mandi wajib. Dalam mandi wajib, wanita haid diharuskan meratakan air ke seluruh tubuh hingga rambut, termasuk rambut yang rontok sebelum seseorang mandi wajib (Kifayatul Akhyar, I/39; I’natuth Thalibin, I/75). Dalilnya adalah hadis Nabi saw.,”Barangsiapa meninggalkan tempat (selubang) rambut dari mandi janabah yang tidak dibasuh, maka akan diberlakukan begini begini di neraka.” (HR Abu Dawud). Karena itu, rambut termasuk yang harus dibasuh dalam mandi wajib. Termasuk yang rontok sebelum mandi wajib. Kemungkinan perbedaan pendapat bisa saja muncul karena sebab-sebab seperti yang diterangkan di atas atau yang ada di catatan kami tentang rambut rontok bagi orang yang haid. Yaitu karena berbeda penilaian terhadap hadis, atau berbeda dalam memahami pengertian hadis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar